MENCELA TEMANNYA YANG TELAH BERTAUBAT
MENCELA TEMANNYA YANG TELAH BERTAUBAT
Ada seseorang telah bertaubat dari suatu perbuatan maksiat dan dosa, semisal berzina, minum khamar, berjudi, merokok dan yang lannya, lantas temannya mencelanya atas perbuatan dosanya yang dulu, maka kata ulama, orang yang mencela ini tidak akan meninggal dunia kecuali setelah ia mengerjakan dosa yang serupa dengan yang dilakukan oleh temannya itu (yakni melakukan zina).
Berkata Hasan Al-Bashri rahimahullah,
كانوا يقولون: من رمى أخاه بذنب قد تاب منه لم يمت حتى يبتليه الله به. الصمت لابن ابي الدنيا
“Para sahabat nabi berkata: Barangsiapa yang mencela saudaranya karena dosa yang dikerjakannya padahal saudaranya itu telah BERTAUBAT dari DOSANYA tersebut niscaya ia tidak akan meninggal dunia kecuali setelah ia mengerjakan DOSA yang SERUPA dengan yang dilakukan oleh saudaranya itu.” (Ashamt Ibnu Abiddunya).
Berkata Al Hasan Al Bashri rahimahullah,
من عَيَّرَ أخاه بذنب قد تاب منه ابتلاه الله به. [الزهد لأحمد»( ١٦١٠ )]
Siapa yang mencela saudaranya dengan dosa (yang pernah dilakukannya), sedangkan dia telah bertaubat darinya, Allah menguji dengannya (dia melakukan perbuatan dosa seperti saudaranya). (Az Zuhd Li Ahmad (1610)).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
وَلَا يَجُوْزُ لَوْمُ التَّائِبِ بِاتِّفَاقِ النَّاسِ وَإِذَا أَظْهَرَ التَّوْبَةَ أُظْهِرَ لَهُ الْخَيْرُ
Tidak boleh mencela orang yang bertaubat menurut kesepakan seluruh manusia dan apabila ia menampakkan taubatnya, kebaikan ditampakkan padanya. (Al Adab Asy Syar’iyah karya Ibnu Muflih: 1/96).
Begitu pula orang yang mencela manusia lainnya karena melakukan perbuatan maksiat yang belum bertaubat, suatu saat ia akan melakukan perbuatan maksiat serupa seperti temannya yang dicela. Lain halnya dengan memperingatkan orang lain dari bahaya dan dosa maksiat yang dilakukannya, itu bukan termasuk mencela oknumnya yang berbuat maksiat. Apalagi kalau maksiatnya dilakukan terang-terangan dihadapan orang dan tidak ada rasa malu. Dan ini bukan juga termasuk membuka aibnya. Karena dia sendiri yang membuka aibnya.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah,
وَمَنْ ضَحِكَ مِنَ النَّاسِ ضُحِكَ مِنْهُ وَمَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِعَمَلٍ اُبْتُلِيَ بِهِ وَلَا بُدَّ
Dan barangsiapa mentertawakan sebagian manusia (orang lain), dia akan balik ditertawakan. Dan barangsiapa mencela saudaranya karena melakukan suatu amalan (dosa), dia akan diuji dengannya (melakukan dosa atau kekeliruan yang serupa). Dan ini suatu kepastian. (Al-Furusiyyah hlm 446).
Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah,
أن الإنسان إذا عير أخاه في شيء ربما يرحم الله هذا المعير ويشفى من هذا الشيء ويزول عنه ثم يبتلى به هذا الذي عيره
Sesungguhnya manusia (seseorang), jika mencela saudaranya pada suatu perkara, maka boleh jadi Allah menyayangi orang yang dicela, sehingga ia sembuh dan hilang dari dirinya perkara yang membuatnya dicela. Lalu Allah menguji orang yang mencela dengan menimpakan kepadanya perkara yang dahulu ada pada saudaranya yang dicela. (Syarah Riyadhush sholihin 6/263).
Berkata Syekh Bin Baz rahimahullah,
فهذا هو المشروع: إذا رأى الإنسان من أخيه في الله عورة يعني معصية فلا يفضحه ولا ينشرها بين الناس، بل يسترها عليه وينصحه ويوجهه إلى الخير ويدعوه إلى التوبة إلى الله من ذلك ولا يفضحه بين الناس، ومن فعل هذا وستر على أخيه ستره الله في الدنيا والآخرة، لأن الجزاء من جنس العمل ،
أما الذين يظهرون المعاصي ولا يستحون يظهرونها بين الناس فهؤلاء فضحوا أنفسهم، فليسوا محلاً للستر كالذي يشرب الخمر بين الناس في الأسواق والاجتماعات هذا قد فضح نفسه، نسأل الله العافية.
وهكذا من يعمل المعاصي الأخرى جهرة ولا يبالي فهذا يرفع بأمره إلى ولاة الأمور إذا كانوا يردعون مثله ويقيمون عليه الحد يرفع بأمره، وليس محل الستر من أظهر فاحشته وأعلنها،
نسأل الله العافية.
Inilah yang disyari’atkan : Jika seseorang melihat aib saudaranya yakni berupa maksiat, maka jangan diceritakan dan disebarkan kepada orang-orang, bahkan mestinya ia menutupinya dan menasehati saudaranya itu dan menunjukkannya kepada kebaikan serta mengajaknya bertaubat kepada Allah ta’ala dari perbuatannya dan tidak menceritakan aibnya kepada orang-orang.
Barangsiapa yang melakukan hal ini dan menutupi aib saudaranya maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat, karena ganjaran itu sesuai dengan perbuatan.
Adapun orang yang menampakkan maksiat dan tidak malu ketika menampakkannya dihadapan orang-orang maka mereka itulah yang menyebarkan aibnya sendiri, sehingga tidak perlu ditutupi aibnya. Seperti orang yang minum khamr dihadapan orang-orang di pasar atau di keramaian, orang ini telah menyebarkan aibnya sendiri –kami memohon afiyah kepada Allah-.
Demikian pula orang yang melakukan maksiat-maksiat lainnya secara terang-terangan dan ia cuek saja maka orang seperti ini perlu dilaporkan kepada pemerintah jika pemerintah bisa mencegah orang-orang yang semisal itu dan menegakkan hukum had baginya. Jadi orang yang terang-terangan dan mengumumkan perbuatan kejinya tidak perlu ditutupi aibnya. Kami memohon afiyah kepada Allah. Sumber : http://www.binbaz.org.sa/mat/11401
AFM
Copas dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar