Kuburan Dijadikan Tempat Ibadah
KUBURAN DIJADIKAN TEMPAT IBADAH
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Disebagian tempat di negeri kita ini banyak terdapat masjid yang di depan atau disampingnya ada kuburan. Apalagi di masjid-masjid peninggalan wali songo di Jawa, terdapat pekuburan disekelilingnya.
Kalau kita pernah berkunjung ke Ampel Surabaya, pasti kita menyaksikan para peziarah yang datang untuk berdoa dikubur. Yang datang bukan hanya sekedar mendoakan orang dalam kubur, tapi ada juga yang datang meminta kepada wali tersebut dengan segala macam hajatnya masing-masing, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang shalat dikubur.
Kalau kita menegur mereka yang shalat di kubur, mereka kadang mengatakan bahwa seluruh muka bumi bisa dijadikan mushola (tempat shalat). Mereka berdalil dengan suatu hadits, tapi tidak melihat dalil yang lain. Atau memotongnya, tidak melanjutkan haditsnya. Dan intinya memahami suatu dalil, tidak sesuai dengan yang dipahami para salaf.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَجُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ (رواه البخاري).
Diseluruh permukaan bumi ini dijadikan bagiku masjid (tempat shalat) dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut. . (HR. Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ (رواه مسلم).
Seluruh permukaan bumi ini seluruhnya masjid (tempat shalat) dan dijadikan tanahnya bagi kami suci, apabila tidak mendapati air. (HR. Muslim ).
Inilah dalil yang dijadikan pembenaran atas apa yang mereka lakukan, shalat di kuburan. Tapi coba perhatikan dalil yang lain.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ ، إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ ، وَالْحَمَّامَ . (رواه الترمدي و ابن ماجة و أحمد و ابن حبان و البيهقي قال الشيخ شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح و قال الشيخ الألباني : صحيح).
Seluruh permukaan bumi ini selurunya masjid (tempat shalat) kecuali kuburan dan tampat mandi. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hiban dan Baihaqi Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu. Berkata Syekh Syu’aib Al Arnuth, Hadits Sahih dan Berkata Syekh Al Albani, Hadits Shahih).
Itulah hadits larangan shalat di kuburan. Yang diriwiyatkan oleh banyak perawi hadits. Dan disahihkan oleh banyak ulama.
Lebih keras lagi larangan shalat menghadap kubur dan shalat di atas kubur. Jadi kalau ada masjid di depannya ada kuburan (arah kiblat) atau membangun masjid di atas pekuburan maka tidak boleh shalat di dalamnya.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا ». (رواه مسلم).
Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya. (HR. Muslim).
Dan Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا تُصَلُّوا إِلَى قَبْرٍ، وَلا تُصَلُّوا عَلَى قَبْرٍ) .رواه الطبراني في المعجم الكبير- قال الألباني صحيح في " السلسلة الصحيحة " 3 / 13).
Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur dan jangan shalat di atas kuburan. (HR. Ath Thabrani di Al-Mu’zam Al Kabir dari Ibnu Abbas. Berkata Syekh Al Albani, Hadits Shahih di Silsilah ash-shahihah 3/13).
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ إِلَى الْقُبُورِ. (رواه ابن حبان - قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) في صحيح الجامع).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi shalallahu’alaihi wasallam melarang shalat menghadap kuburan. (HR. Ibnu Hiban. Berkata Syekh Al Albani, Hadits Shahihi di Shahih Al Jami’).
Kuburan bukan tempat untuk ibadah, terkhusus ibadah shalat. Nabi shalallahu’alaihi wasallam memerintahkan kepada umatnya, jangan sampai rumah-rumah kalian seperti kuburan. Maksudnya tidak ada ibadah shalat, baca qur’an, dzikir dan yang lainnya di dalam rumah. Ini pun menunjukan bahwa kuburan bukan tempat untuk beribadah.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا. (رواه البخاري).
Jadikanlah di rumah-rumah kalian dari shalat (mengerjakan shalat) kalian dan jangan kalian menjadi-kan rumah seperti kuburan (sepi dari ibadah shalat seperti kuburan). (HR. Bukhari).
Orang-orang terdahulu dari kalangan ahli kitab, Yahudi dan Nasrani senantiasa menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid. Mereka shalat dan beribadah di tempat tersebut.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ
أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ (رواه مسلم).
Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka menjadikan kubur para nabi dan orang-orang shalih mereka masjid-masjid (tempat-tempat shalat). Ingatlah, maka janganlah kalian menjadikan kubur sebagai masjid-masjid (tempat-tempat shalat), sesungguhnya aku melarang kalian berbuat demikian. (HR. Muslim).
Dikuburan kita hanya di perbolehkan untuk menziarihinya, supaya ingat akan kematian dan mendoakan orang yang di dalam kubur. Bukan untuk shalat dan bukan pula tempat untuk meminta-minta hajat kepada orang yang dalam kubur.
Syubhat yang sering diucapkan oleh orang-orang yang gemar ber-ibadah di kubur, adalah kuburan Nabi shalallahu’alaihi wasallam yang berada disekitar masjid Nabawi.
Kuburan Nabi shalallahu’alaihi wasallam sebenarnya berada di dalam rumahnya, bukan dalam masjid. Karena para nabi, disitu meninggal, disitu pula dikuburkan. Jangan pula dikiaskan dengan orang selain nabi. Bahkan sekarang, kuburan nabi di batasi dengan tiga lapis benteng, yang bentuknya bersudut-sudut, sehingga tidak mungkin orang menghadap ke kuburnya.
Anehnya orang-orang yang membenarkan shalat di kubur atau menghadap kubur dengan alasan kuburan nabi yang berada di masjid Nabawi, ketika dengar kabar hoax bahwa kubur nabi shalallahu’alahi wasallam mau dipindah supaya orang tidak mengganggap bolehnya shalat di masjid yang ada kuburnya, mereka pun protes dan marah-marah.
Yang jelas, dalil-dalil di atas, menunjukkan tidak bolehnya shalat di masjid yang ada kuburnya, apalagi menghadap kubur. Kubur bukan tempat untuk shalat, jangan seperti orang-orang ahli kitab yang menjadikan kubur para nabi dan orang-orang shalih mereka tempat shalat.
Ada juga alasan lain, sebagai pembenaran atas shalat mereka di kubur, bahwa Nabi shalallahu’alahi wasallam pernah menshalatkan seorang wanita di atas kubur, karena nabi shalallahu’alahi wasallam tidak sempat menshalatkannya ketika sebelum dikubur, maka dishalatkannyalah di atas kubur.
Maka hal ini tidak masalah, karena nabi mengerjakan shalat jenazah di atas kubur. Kita mengerjakannya sebagai bentuk sunnah. Tidak halnya orang-orang sekarang, mereka shalat, bukan shalat jenazah, mereka shalat sebagaimana shalat-shalat yang lima waktu. Mereka ruku dan sujud di kuburan, bahkan menghadap kuburan.
Allah akan melaknat mereka sebagaimana Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur para nabi dan orang-orang shalih menjadi masjid-masjid (tempat shalat atau ibadah lainnya seperti membaca al Qur’an, tawaf dan lain sebagainya).
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا (رواه متفق عليه).
Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat shalat). (HR. Bukhari dan Muslim).
Fatwa ulama tentang larangan shalat di kuburan, atau shalat menghadap kubur, diantaranya:
Berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :
“Saya tidak menyukai ada masjid dibangun di atas kuburan, kuburan diratakan untuk dipakai shalat diatasnya, atau shalat menghadap kuburan." (al-Umm I/246).
Dan berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :
“Saya tidak menyukai ada makhluk yang diagung-agungkan sehingga kuburannya dijadikan masjid (tempat ibadah) karena khawatir terjadi fitnah pada dirinya pada saat itu, atau orang-orang yang sesudahnya mengkultuskan dirinya." (Al Muhadzdzab I/456).
Berkata Imam Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullâh :
“Perbuatan-perbuatan haram yang paling besar dan sebab-sebab yang menyeret kepada kemusyrikan adalah shalat di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai masjid, dan membuat bangunan di atasnya. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hal itu hukumnya makruh, maka kata makruh ini harus diartikan lain, yakni haram. Sebab tidak mungkin para ulama membolehkan sesuatu perbuatan di mana Nabi shalallahu’alaihi wasallam melaknat pelakunya, dan berita tentang laknat dari Nabi shalallahu’alaihi wasallam ini diterima dari generasi ke generasi.” (az-Zawajir’an Iqtiraf al-Kabair, I/195).
Berkata Imam Baidhawi rahimahullâh :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani sujud kepada kubur para nabi mereka. Mereka menghadap ke kubur-kubur itu seraya mengagungkannya. Mereka juga menjadikan kubur-kubur sebagai kiblat dimana mereka menghadap dalam shalat, doa dan lain-lain. Mereka juga menjadikan kubur-kubur sebagai itu sebagai berhala (sesembahan), maka Allah melaknat mereka dan melarang orang-orang Islam melakukan perbuatan seperti itu. Sumber kemusyrikan itu terjadi karena mengagungkan kubur dan selalu menghadap kepadanya. (Hasyiyah Sunan an-Nasai II/42).
Berkata Imam Nawawi rahimahullâh:
“Larangan Nabi Shalallahu’alaihi wasallam untuk menjadikan kuburan beliau dan kubur orang lain sebagai masjid, hal itu hanyalah khawatir terjadi sikap yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan kuburan, sehingga akan terjadi hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah. Bahkan bisa hal itu menyebabkan kekafiran seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu.
Ketika para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan para tabi’in memerlukan perluasan pembangunan masjid Nabawi, karena umat Islam bertambah banyak, akhirnya rumah-rumah isteri nabi menjadi berada di dalam masjid, dimana rumah Aisyah radhiyallahu anha di dalamnya ada kubur Nabi Shalallahu’alaihi wasallam, Sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu, maka para sahabat dan tabi’in membuat tembok tinggi yang mengitari kuburan Nabi Shalallahu’alaihi wasallam. Dengan demikian, kubur Nabi Shalallahu’alaihi wasallam tidak kelihatan dari masjid. Karena bila tampak, hal itu dapat menyebabkan perbuatan yang yang dilarang.
Para sahabat dan tabi’in kemudian membuat tembok dari arah dua sudut disebelah utara, dan dua tembok itu dibuat miring sehingga keduanya bertemu. Dengan demikian orang yang shalat tidak dapat menghadap kubur Nabi Shalallahu’alaihi wasallam. (Syarh Muslim V/13-14).
Bagaimana hukum shalat di masjid atau di halaman masjid yang ada kuburannya?
Pertama
Shalat di masjid yang di dalamnya ada kuburan, para ulama sepakat tentang keharamannya.
Kedua
Shalat di masjid yang di halamannya ada kuburan, para ulama merincinya.
- Jika kuburan itu berada di arah kiblat, maka mayoritas ulama mengharamkannya dan tidak sah shalatnya, terkecuali ada pagar atau dinding pembatas atau ada jalan yang membatasi kuburan dengan masjid.
- Jika kuburan itu berada disamping kanan, kiri atau belakang masjid dan ada pembatas pagar atau dinding antara masjid dan kuburan, maka sepakat ulama membolehkannya dan sah shalat di dalamnya.
- Jika kuburan itu berada disamping kanan, kiri atau belakang masjid dan tidak ada pembatas, hanya dinding masjid saja sebagai pembatas, maka ulama disini berbeda pendapat.
> ada yang membolehkan dan sah shalatnya.
> ada yang melarang dan tidak sah shalatnya.
> ada juga yang membolehkan dan sah shalatnya, namun berdosa.
Dan yang lebih selamat dan keluar dari perbedaan pendapat adalah shalat di masjid yang tidak ada kuburannya.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Disebagian tempat di negeri kita ini banyak terdapat masjid yang di depan atau disampingnya ada kuburan. Apalagi di masjid-masjid peninggalan wali songo di Jawa, terdapat pekuburan disekelilingnya.
Kalau kita pernah berkunjung ke Ampel Surabaya, pasti kita menyaksikan para peziarah yang datang untuk berdoa dikubur. Yang datang bukan hanya sekedar mendoakan orang dalam kubur, tapi ada juga yang datang meminta kepada wali tersebut dengan segala macam hajatnya masing-masing, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang shalat dikubur.
Kalau kita menegur mereka yang shalat di kubur, mereka kadang mengatakan bahwa seluruh muka bumi bisa dijadikan mushola (tempat shalat). Mereka berdalil dengan suatu hadits, tapi tidak melihat dalil yang lain. Atau memotongnya, tidak melanjutkan haditsnya. Dan intinya memahami suatu dalil, tidak sesuai dengan yang dipahami para salaf.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَجُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ (رواه البخاري).
Diseluruh permukaan bumi ini dijadikan bagiku masjid (tempat shalat) dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut. . (HR. Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ (رواه مسلم).
Seluruh permukaan bumi ini seluruhnya masjid (tempat shalat) dan dijadikan tanahnya bagi kami suci, apabila tidak mendapati air. (HR. Muslim ).
Inilah dalil yang dijadikan pembenaran atas apa yang mereka lakukan, shalat di kuburan. Tapi coba perhatikan dalil yang lain.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ ، إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ ، وَالْحَمَّامَ . (رواه الترمدي و ابن ماجة و أحمد و ابن حبان و البيهقي قال الشيخ شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح و قال الشيخ الألباني : صحيح).
Seluruh permukaan bumi ini selurunya masjid (tempat shalat) kecuali kuburan dan tampat mandi. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hiban dan Baihaqi Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu. Berkata Syekh Syu’aib Al Arnuth, Hadits Sahih dan Berkata Syekh Al Albani, Hadits Shahih).
Itulah hadits larangan shalat di kuburan. Yang diriwiyatkan oleh banyak perawi hadits. Dan disahihkan oleh banyak ulama.
Lebih keras lagi larangan shalat menghadap kubur dan shalat di atas kubur. Jadi kalau ada masjid di depannya ada kuburan (arah kiblat) atau membangun masjid di atas pekuburan maka tidak boleh shalat di dalamnya.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا ». (رواه مسلم).
Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya. (HR. Muslim).
Dan Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا تُصَلُّوا إِلَى قَبْرٍ، وَلا تُصَلُّوا عَلَى قَبْرٍ) .رواه الطبراني في المعجم الكبير- قال الألباني صحيح في " السلسلة الصحيحة " 3 / 13).
Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur dan jangan shalat di atas kuburan. (HR. Ath Thabrani di Al-Mu’zam Al Kabir dari Ibnu Abbas. Berkata Syekh Al Albani, Hadits Shahih di Silsilah ash-shahihah 3/13).
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ إِلَى الْقُبُورِ. (رواه ابن حبان - قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) في صحيح الجامع).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi shalallahu’alaihi wasallam melarang shalat menghadap kuburan. (HR. Ibnu Hiban. Berkata Syekh Al Albani, Hadits Shahihi di Shahih Al Jami’).
Kuburan bukan tempat untuk ibadah, terkhusus ibadah shalat. Nabi shalallahu’alaihi wasallam memerintahkan kepada umatnya, jangan sampai rumah-rumah kalian seperti kuburan. Maksudnya tidak ada ibadah shalat, baca qur’an, dzikir dan yang lainnya di dalam rumah. Ini pun menunjukan bahwa kuburan bukan tempat untuk beribadah.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا. (رواه البخاري).
Jadikanlah di rumah-rumah kalian dari shalat (mengerjakan shalat) kalian dan jangan kalian menjadi-kan rumah seperti kuburan (sepi dari ibadah shalat seperti kuburan). (HR. Bukhari).
Orang-orang terdahulu dari kalangan ahli kitab, Yahudi dan Nasrani senantiasa menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid. Mereka shalat dan beribadah di tempat tersebut.
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ
أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ (رواه مسلم).
Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka menjadikan kubur para nabi dan orang-orang shalih mereka masjid-masjid (tempat-tempat shalat). Ingatlah, maka janganlah kalian menjadikan kubur sebagai masjid-masjid (tempat-tempat shalat), sesungguhnya aku melarang kalian berbuat demikian. (HR. Muslim).
Dikuburan kita hanya di perbolehkan untuk menziarihinya, supaya ingat akan kematian dan mendoakan orang yang di dalam kubur. Bukan untuk shalat dan bukan pula tempat untuk meminta-minta hajat kepada orang yang dalam kubur.
Syubhat yang sering diucapkan oleh orang-orang yang gemar ber-ibadah di kubur, adalah kuburan Nabi shalallahu’alaihi wasallam yang berada disekitar masjid Nabawi.
Kuburan Nabi shalallahu’alaihi wasallam sebenarnya berada di dalam rumahnya, bukan dalam masjid. Karena para nabi, disitu meninggal, disitu pula dikuburkan. Jangan pula dikiaskan dengan orang selain nabi. Bahkan sekarang, kuburan nabi di batasi dengan tiga lapis benteng, yang bentuknya bersudut-sudut, sehingga tidak mungkin orang menghadap ke kuburnya.
Anehnya orang-orang yang membenarkan shalat di kubur atau menghadap kubur dengan alasan kuburan nabi yang berada di masjid Nabawi, ketika dengar kabar hoax bahwa kubur nabi shalallahu’alahi wasallam mau dipindah supaya orang tidak mengganggap bolehnya shalat di masjid yang ada kuburnya, mereka pun protes dan marah-marah.
Yang jelas, dalil-dalil di atas, menunjukkan tidak bolehnya shalat di masjid yang ada kuburnya, apalagi menghadap kubur. Kubur bukan tempat untuk shalat, jangan seperti orang-orang ahli kitab yang menjadikan kubur para nabi dan orang-orang shalih mereka tempat shalat.
Ada juga alasan lain, sebagai pembenaran atas shalat mereka di kubur, bahwa Nabi shalallahu’alahi wasallam pernah menshalatkan seorang wanita di atas kubur, karena nabi shalallahu’alahi wasallam tidak sempat menshalatkannya ketika sebelum dikubur, maka dishalatkannyalah di atas kubur.
Maka hal ini tidak masalah, karena nabi mengerjakan shalat jenazah di atas kubur. Kita mengerjakannya sebagai bentuk sunnah. Tidak halnya orang-orang sekarang, mereka shalat, bukan shalat jenazah, mereka shalat sebagaimana shalat-shalat yang lima waktu. Mereka ruku dan sujud di kuburan, bahkan menghadap kuburan.
Allah akan melaknat mereka sebagaimana Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur para nabi dan orang-orang shalih menjadi masjid-masjid (tempat shalat atau ibadah lainnya seperti membaca al Qur’an, tawaf dan lain sebagainya).
Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا (رواه متفق عليه).
Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat shalat). (HR. Bukhari dan Muslim).
Fatwa ulama tentang larangan shalat di kuburan, atau shalat menghadap kubur, diantaranya:
Berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :
“Saya tidak menyukai ada masjid dibangun di atas kuburan, kuburan diratakan untuk dipakai shalat diatasnya, atau shalat menghadap kuburan." (al-Umm I/246).
Dan berkata Imam Syafi’i rahimahullâh :
“Saya tidak menyukai ada makhluk yang diagung-agungkan sehingga kuburannya dijadikan masjid (tempat ibadah) karena khawatir terjadi fitnah pada dirinya pada saat itu, atau orang-orang yang sesudahnya mengkultuskan dirinya." (Al Muhadzdzab I/456).
Berkata Imam Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullâh :
“Perbuatan-perbuatan haram yang paling besar dan sebab-sebab yang menyeret kepada kemusyrikan adalah shalat di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai masjid, dan membuat bangunan di atasnya. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hal itu hukumnya makruh, maka kata makruh ini harus diartikan lain, yakni haram. Sebab tidak mungkin para ulama membolehkan sesuatu perbuatan di mana Nabi shalallahu’alaihi wasallam melaknat pelakunya, dan berita tentang laknat dari Nabi shalallahu’alaihi wasallam ini diterima dari generasi ke generasi.” (az-Zawajir’an Iqtiraf al-Kabair, I/195).
Berkata Imam Baidhawi rahimahullâh :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani sujud kepada kubur para nabi mereka. Mereka menghadap ke kubur-kubur itu seraya mengagungkannya. Mereka juga menjadikan kubur-kubur sebagai kiblat dimana mereka menghadap dalam shalat, doa dan lain-lain. Mereka juga menjadikan kubur-kubur sebagai itu sebagai berhala (sesembahan), maka Allah melaknat mereka dan melarang orang-orang Islam melakukan perbuatan seperti itu. Sumber kemusyrikan itu terjadi karena mengagungkan kubur dan selalu menghadap kepadanya. (Hasyiyah Sunan an-Nasai II/42).
Berkata Imam Nawawi rahimahullâh:
“Larangan Nabi Shalallahu’alaihi wasallam untuk menjadikan kuburan beliau dan kubur orang lain sebagai masjid, hal itu hanyalah khawatir terjadi sikap yang berlebih-lebihan dalam mengagungkan kuburan, sehingga akan terjadi hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah. Bahkan bisa hal itu menyebabkan kekafiran seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu.
Ketika para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan para tabi’in memerlukan perluasan pembangunan masjid Nabawi, karena umat Islam bertambah banyak, akhirnya rumah-rumah isteri nabi menjadi berada di dalam masjid, dimana rumah Aisyah radhiyallahu anha di dalamnya ada kubur Nabi Shalallahu’alaihi wasallam, Sahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu, maka para sahabat dan tabi’in membuat tembok tinggi yang mengitari kuburan Nabi Shalallahu’alaihi wasallam. Dengan demikian, kubur Nabi Shalallahu’alaihi wasallam tidak kelihatan dari masjid. Karena bila tampak, hal itu dapat menyebabkan perbuatan yang yang dilarang.
Para sahabat dan tabi’in kemudian membuat tembok dari arah dua sudut disebelah utara, dan dua tembok itu dibuat miring sehingga keduanya bertemu. Dengan demikian orang yang shalat tidak dapat menghadap kubur Nabi Shalallahu’alaihi wasallam. (Syarh Muslim V/13-14).
Bagaimana hukum shalat di masjid atau di halaman masjid yang ada kuburannya?
Pertama
Shalat di masjid yang di dalamnya ada kuburan, para ulama sepakat tentang keharamannya.
Kedua
Shalat di masjid yang di halamannya ada kuburan, para ulama merincinya.
- Jika kuburan itu berada di arah kiblat, maka mayoritas ulama mengharamkannya dan tidak sah shalatnya, terkecuali ada pagar atau dinding pembatas atau ada jalan yang membatasi kuburan dengan masjid.
- Jika kuburan itu berada disamping kanan, kiri atau belakang masjid dan ada pembatas pagar atau dinding antara masjid dan kuburan, maka sepakat ulama membolehkannya dan sah shalat di dalamnya.
- Jika kuburan itu berada disamping kanan, kiri atau belakang masjid dan tidak ada pembatas, hanya dinding masjid saja sebagai pembatas, maka ulama disini berbeda pendapat.
> ada yang membolehkan dan sah shalatnya.
> ada yang melarang dan tidak sah shalatnya.
> ada juga yang membolehkan dan sah shalatnya, namun berdosa.
Dan yang lebih selamat dan keluar dari perbedaan pendapat adalah shalat di masjid yang tidak ada kuburannya.
Komentar
Posting Komentar