Gejolak Hati Ingin Dikenal

GEJOLAK HATI INGIN TERKENAL

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Dorongan jiwa untuk eksis, tenar, terkenal dan masyhur ditengah-tengah masyarakat merupakan penyakit hati segenap manusia.

Berbagai cara seseorang lakukan agar dirinya terkenal, baik dengan kebaikan maupun keburukan.

Media-media yang ada sekarang sangat mendukung dan memfasilitasi untuk tampil kepermukaan.

Dia posting foto diri dan keluarganya di WA, facebook, instagram dan lain sebagainya agar masyarakat tahu, INILAH AKU.

Dia pun membuat video lalu di upload di WA, facebook dan youtube, baik yang maksiat, seperti menyanyi, cerita palsu, candaan dan gurauan agar orang tertawa dan lain sebagainya, maupun dalam masalah kebaikan, seperti nasehat singkat, khutbah, kajian kitab, ceramah, dzikir, shalawat, membaca alquran dan berbagai bentuk kegiatan keagamaan lainnya.

Seorang salaf menasehati, agar menghilangkan keinginan dan usaha-usaha untuk menjadi orang yang tenar dan terkenal.

Berkata Al-Fudhail bin Iyyadh rahimahullah :

إن قدرت أن لا تُعرف فافعل، وما عليك ألا تُعرف، وما عليك ألا يُثنى عليك، وما عليك أن تكون مذمومًا عند الناس إذا كنت محمودًا عند الله عَزّ وَجَلّ.

"Jika engkau mampu untuk tidak terkenal maka lakukanlah, tidak ada ruginya engkau tidak dikenal, tidak ada ruginya engkau tidak mendapatkan pujian, dan tidak ada ruginya engkau dicela oleh manusia jika engkau terpuji di sisi Allah Azza wa Jalla." (At-Tawadhu' wal Khumul, karya Abu Bakr al-Qurasyi, hlm. 43).

Bagi seseorang atau seorang ustadz yang menyebarkan ilmunya lewat tulisan-tulisan, ceramah, khutbah dan lain sebagainya, yang dia upload di media massa dan media sosial atau yang lainnya, itu boleh-boleh saja dan sah-sah saja. namun yang perlu diperhatikan dan diwaspadai keinginan ketenaran, karena hal ini menunjukkan ketidak jujurannya.

Al-Imam Sufyan ats-Tsaury rahimahullah menulis surat kepada Al-Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah:

«بُثَّ علمك، واحذر الشهرة»

"Sebarkanlah ilmumu, namun waspadalah terhadap ketenaran!" (Hilyatul Auliya', jilid 7 hlm. 70).

Berkata Ibrohim bin Adham rahimahullah :

" ما صدق الله عبد أحب الشهرة " .
انتهى من "العزلة والإنفراد" (ص 126)

“Allah tidak mempercayai seorang hamba yang mencintai ketenaran”. (Al ‘Uzlah wal Infiraad: 126)

Allah Ta'ala sangat mencintai orang yang tersembunyi dan tidak dikenal. Orang yang tidak menampakkan dan menonjolkan diri. Padahal mungkin kiprahnya dan sumbangsihnya bagi masyarakat sangatlah besar. Jasa dan pengorbanannya tidak terhitung lagi.

Prinsip dia, biarlah hanya Allah Ta'ala yang di langit yang mengenalnya, walaupun manusia di bumi tidak mengenalnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ ) .

“Sesungguhnya Allah mencintai  hamba yang bertaqwa, kaya dan tersembunyi”. (HR. Muslim).

Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :

الخفي : هو الذي لا يظهر نفسه ، ولا يهتم أن يظهر عند الناس أو يشار إليه بالبنان أو يتحدث الناس عنه ، تجده من بيته إلى المسجد ، ومن مسجده إلى بيته ، ومن بيته إلى أقاربه وإخوانه ، يخفي نفسه " انتهى من "شرح رياض الصالحين" (ص 629) .

Al Khofiy adalah orang yang tidak menampakkan dirinya sendiri, dia juga tidak memperhatikan apakah akan dikenal di masyarakat atau ditunjuk dengan jemari (ditokohkan) atau diperbincangkan banyak orang, dia berjalan dari rumahnya ke masjid, dari masjid ke rumahnya, dari rumahnya menuju kerabatnya dan saudara-saudaranya, dia menyembunyikan dirinya”. (Syarh Riyadhus Shalihin: 629)

Namun jika telah ditakdirkan dia menjadi terkenal dengan kebaikannya tanpa dia minta dan tanpa berusaha untuk mendapatkannya, maka hal itu tidak masalah, akan tetapi dia harus selalu memperbaiki niatnya dalam mencari kebaikan dan tidak perduli, baik akan menjadi terkenal setelah itu atau tidak.

Berkata Syeikh Muhammad Al Munajed hafidzohullôh :

إذا قدر أن العبد طلب الخير ، من أمر الدين أو أمر الدنيا ، ثم وقعت له الشهرة دون طلب منه لها ، وسعي في سبيلها ؛ فلا حرج عليه في ذلك ، بل عليه أن يصحح نيته في طلب الخير ، ولا يبالي بما حصل له من الشهرة بعد ذلك ، إذا لم يكن له همة في طلبها ، ولم يتعلق قلبه بها ، فلا شك أن أئمة الناس في الدين والدنيا لا بد أن يحصل لهم من الشهرة بحسب حالهم ومقامهم ، وحاجة العباد إليهم ؛ فليس من الحكمة ولا من الشرع في شيء أن يترك نشر الخير الذي يطلب منه نشره ، إما وجوبا أو استحبابا ، لأجل خوف الشهرة ، أو لأجل أن من قام بهذا المقام سوف يشتهر بين الناس .

Jika telah ditakdirkan bahwa seorang hamba telah mencari kebaikan dalam masalah agama atau dunia kemudian menjadi terkenal tanpa dia minta dan tanpa berusaha untuk mendapatkannya; maka hal itu tidak masalah, akan tetapi dia harus selalu memperbaiki niatnya dalam mencari kebaikan dan tidak perduli baik akan menjadi terkenal setelah itu atau tidak. Jika ada keinginan kuat untuk meraihnya, hatinya pun tidak terkait dengannya, maka tidak diragukan lagi bahwa para tokoh masyarakat dalam masalah agama dan dunia akan menjadi terkenal sesuai dengan keadaan, kedudukan dan tingkat kebutuhan masyarakat kepadanya; maka bukan termasuk hal yang bijak, juga bukan termasuk bagian dari syari’at jika meninggalkan penyebaran kebaikan yang diminta untuk disebarkan, bisa jadi sebuah kewajiban maupun sunnah; karena hawatir akan terkenal atau karena seseorang yang melakukan amalan tersebut akan menjadi terkenal karenanya. (Sual Wa Jawab Al Islamiyyah).

Berkata Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

إذا دار الأمر بين أن يلمع نفسه ويظهر نفسه ويبين نفسه ، وبين أن يخفيها ، فحينئذ يختار الخفاء ، أما إذا كان لابد من إظهار نفسه فلابد أن يظهرها وذلك عن طريق نشر علمه في الناس وإقامة دروس العلم وحلقاته في كل مكان ، وكذلك عن طريق الخطابة في يوم الجمعة والعيد وغير ذلك ، فهذا مما يحبه الله عز وجل " .
انتهى من "شرح رياض الصالحين" (ص 629)

“Jika perkara itu berputar antara akan menyilaukan dirinya, memunculkan dirinya dan menjadi terkenal dengan yang akan menjadikan dirinya tersembunyi, maka pada saat itu hendaknya memilih yang menjadikan dirinya tersembunyi. Sedangkan jika harus menampakkan dirinya maka harus menampakkannya, hal itu dengan cara menyebarkan ilmunya di masyarakat dan mengadakan pengajian dan halaqah ilmu di setiap tempat. Demikian juga dengan cara khutbah melalui mimbar jum’at dan hari raya dan lain sebagainya, maka hal ini termasuk yang dicintai oleh Alloh -‘Azza wa Jalla-“. (Syarh Riyadhus Shalihin: 629)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?