Demonstrasi Boleh ?
DEMONTRASI BOLEH ?
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada sebuah artikel dari seseorang yang terkena virus hizbiyyah, beliau mengatakan : "Jika Pemerintahan dan sistem yang berlaku melarang Demonstrasi maka melakukan Demonstrasi berarti Pemberontakan. Jika Pemerintahan dan Sistem yang berlaku membolehkan dan mengatur pelaksanaan Demonstarsi berarti Pemerintah yang bersangkutan tidak menganggap itu sebagai Pemberontakan."
Artikel di atas merupakan syubhat yang terselubung untuk membuat keragu-keraguan dan menipu orang awam untuk pembenaran bolehnya demonstrasi.
Dan artikel di atas juga merupakan bantahan terhadap tulisan penulis mengenai fatwa Syekh Sholeh Fauzan hafidzohullôh tentang demontrasi adalah bentuk pemberontakan. https://m.facebook.com/photo. php?fbid=616079422064662&id= 100009878282155&set=a. 278327809173160.1073741826. 100009878282155&source=43
Demonstrasi suatu perkara yang para ulama sangat melarangnya, sekalipun namanya diganti dengan berbagai macam nama, selama ada pengerahan masa dan menuntut pemerintah tentang sesuatu hal, tetap saja namanya demonstrasi.
Berkata Asy-Syaikh ‘Abdil ‘Azîz Ibnu Bâz rahimahullah :
أُوصِي العُلَمَاءَ وَجَمِيْعَ الدُّعَاةِ وَأَنْصَارَ الحَقِّ أَنْ يَتَجَنَّبُوا المَسِيْرَاتِ وَالمُظَاهَرَاتِ الَّتِي تَضُرُّ الدَّعْوَةَ وَلَا تَنْفَعُهَا، وَتُسَبِّبُ الفُرقَةَ بَيْنَ المُسْلِمين وَالفِتْنَةُ بَينَ الحُكَّامِ وَالمَحْكُومِيْنَ.
“Aku wasiatkan untuk segenap para ‘Ulama, seluruh du’at, dan para pembela kebenaran untuk menjauhinya demontrasi yang dimana hal tersebut memberikan kemudhorotan kepada dakwah serta tidak memberikan manfaat pada dakwah, (Demo) juga menyebabkan perpecahan diantara kaum muslimin dan fitnah diantara penguasa dan rakyat.” [http://www.binbaz.org.sa/mat/ ]
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shôlih Al-‘Utsaimîn rahimahullah :
فَالمُظَاهَرَاتِ كُلُّهَا شَرٌّ، سَوَاءٌ أَذِنَ فِيْهَا الحَاكِمُ أَوْ لَمْ يَأْذَنْ.
Semua bentuk Demonstrasi adalah kejelekan, sama saja apakah hal tersebut diidzinkan penguasa maupun tidak.”* [Lihat “Liqô Bâb Al-Maftûh” (18/179)]
Berkata Asy-Syaikh Al-Albâni rahimahullah :
أَقُولُ عَنْ هَذِهِ المُظَاهَرَاتِ لَيْسَتْ وَسِيْلَةٌ إِسْلاَمِيَّةٌ* تُنْبِئُ عَنِ الرِّضَا أَو عَدَمِ الرِّضَا مِنَ الشُّعُوبِ المُسْلِمَةِ، لَأَنَّ هُنَاكَ وَسَائِل أُخْرَى بِاستِطَاعَتِهِمْ أَن يَسْلُكُوهَا.
Aku katakan tentang demonstrasi ini bukanlah wasilah islamiyyah yang menggambarkan tentang keridhoan maupun ketidak ridho’an dari rakyat muslim, karena disana masih ada wasilah yang masih mungkin untuk ditempuh dengannya…[http://www. alalbany.net/fatawa_view.php? id]
Beliau juga berkata:
هَذِهِ التَّظَاهُرَاتُ الأُرُوبِيَّةُ ثُمَّ التَّقْلِيْدِيَّةُ مِنَ المُسلِمِينَ، لَيسَتْ وَسِبْلَةٌ شَرْعِيَّةٌ لِإِصْلاَحِ الحُكْمِ وَبِالتَّالِي إِصْلاِحِ المُجْتَمَعِ.
Demonstrasi ala Eropa ini yang kemudian juga ditiru oleh kaum Muslimin, bukanlah wasilah syar’iyyah untuk memperbaiki hukum dan masyarakat!.
[http://www.altheqa.net/ showthread.php?p=]
Berkata Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rahimahullah :
*المُظَاهَرَاتُ طَاغُوتِيَّةٌ فِي شَوَارِعِ صَنْعَاء، فَواللهِ لَقَدْ أَهَانُوا الإِسْلاَمَ*.
Demonstrasi adalah thoghút; yang terjadi di jalan-jalan Shon’a, demi Allôh mereka telah menghinakan Islam.” [Lihat “Ghôrotul Asyrithoh” (2/152)]
Beliau rahimahullah mengatakan:
المُظَاهَرَاتُ تَقْلِيْدٌ لِأَعْدَاءِ الإِسْلاَمِ
Demonstrasi adalah taqlid terhadap musuh-musuh Islam.” [ “Ghôrotul Asyrithoh” (2/152)]
Berkata Asy-Syaikh Shôlih Al-Fauzân hafidzohullôh :
فَلَيْسَ الحَلُّ فِي أَنْ تَكُونَ مُظَاهَرَاتٌ أَو اعْتِصَامَاتٌ او تَخْرِيبٌ وَهَذَا لَيْسَ حَلُّ، *هَذَا زِيَادَةُ شَرٍّ* وَلَكِنْ الحَلَّ مُرَاجَعَةُ المَسْؤُليِنَ وَمُنَاصَحَتُهُمْ وَبَيَانُ الوَاجِبِ علَيهِمْ لَعَلَّهُم أَن يُزِيلُوا هَذَا الضَّرَرَ.
“Bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan dengan demo, unjuk rasa atau aksi anarkis, ini bukanlah solusi. Bahkan hal itu semakin menambah kejelekan, akan tetapi solusinya adalah mengingatkan pejabat serta mensaehati mereka dan menjelaskan apa yang menjadi kewajiban mereka untuk menuntaskan masalah ini.” [Dinukil dari “Al-Ajwibah Al-Mufîdah” (soal no.99)].
Berkata Syeikh Sholeh Al Fauzan hafidzohullôh tentang demontrasi :
نحن نبرأ إلى الله منها وممن دعا إليها وممن أجازها [موقف المسلم من الفتن والمظاهرات صـ19]
Kami berlepas diri kepada Allah darinya, dari orang yang menyeru kepadanya dan dari orang yang membolehkannya. (Mauquf Al Muslim Min Fitan Wal Mudzohirat Hal 19).
Ulama berfatwa demikian bukan tanpa alasan dan dalil dan bukan karena di negerinya tidak membolehkan demonstrasi, tetapi karena syariat yang tidak membolehkan.
Diantara dalil terlarangnya demontrasi karena beberapa hal :
Pertama, Tasyabbuh (Meniru Orang Kafir).
Demonstrasi adalah produk barat yang notabene mereka adalah orang-orang kafir. Sedangkan kita kaum muslimin dilarang untuk meniru, menyerupai mencontoh dan mengikuti prilaku mereka.
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud. Berkata Syekh Al-Albany : Hadits Hasan Shahih).
Dan Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani. (HR Tirmidzi. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Hasan).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وذِرَاعاً بِذِرَاعٍ, حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ, الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ: فَمَنْ» ؟ . رواه البخاري
“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (kebiasaan) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka masuk ke lubang ‘Dlobb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak), niscaya kalian akan memasukinya pula”. Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)”. {HR. Bukhari)
Kedua, Mengganggu
Setiap demonstrasi terjadi, pasti terjadi kemacetan jalan. Ini salah satu bentuk gangguan. Dengan hal ini, maka banyak orang yang tergganggu. Banyak orang yang kepentingannya terhambat. Banyak orang yang urusannya terhalangi dan lain sebagainya.
Menghalangi jalan sampai orang terganggu ini bukan perkara remeh dalam agama kita.
Tidak menyingkirkan gangguan yang ada di jalan saja seperti menyingkirkan batu, pecahan kaca, batang pohon dan lain sebagainya ini di cap sebagai orang yang rendah imannya, bagaimana lagi kalau orang itu sendiri yang menjadi sebab orang terganggu.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan ‘Laailaahaillallah’, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, Wanita Keluar Rumah
Wanita keluar rumah tidak semudah laki-laki. Banyak syarat yang harus dipenuhi. Apatah lagi keluar rumah untuk demonstrasi, ini sesuatu pelanggaran berat dalam islam. Dimana wanita diperintahkan untuk tinggal di rumahnya, tidak boleh keluar rumah kecuali ada sesuatu yang dibolehkan dalam syariat.
Allah Ta'ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzab : 33).
Keempat, Bercampur Baur Laki-Laki Dan Perempuan
Dari Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari, dari bapaknya Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda di saat beliau keluar dari masjid, sedangkan orang-orang laki-laki ikhthilath (bercampur-baur) dengan para wanita di jalan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita:
اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ
“Minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan, kamu wajib berjalan di pinggir jalan.” Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya. [HR. Abu Dawud].
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syeikh rahimahullah berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang para wanita ikhthilath di jalan karena hal itu akan menyeret kepada fitnah (kemaksiatan; kesesatan), maka bagaimana dikatakan boleh ikhthilath pada selain itu. [Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, tartib: Abu Muahmmad Asyraf bin Abdul Maqshud, II/561, hal: 568, Maktabah Adh-waus Salaf, Cet:I, Th: 1419 H].
Kelima, Mencela Pemimpin Atau Pemerintah.
Setiap demonstrasi tidak luput dari cacian, hinaan dan celaan terhadap pemerintah. Padahal perkara inipun merupakan pelanggaran terhadap syariat islam dan tidak mencontoh para salaf.
Berkata Abu Bakrah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ
Barangsiapa yang menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan hinakan dia (H.R atTirmidzi no 2150 dihasankan oleh atTirmidzi dan al-Albany)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ قَوْمٍ مَشَوْا إِلَى سُلْطَانِ اللهِ لِيَذِلُّوهُ إِلاَّ أَذَلَّهُمُ اللَّهُ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Tidaklah suatu kaum berjalan menuju pemimpin Allah dengan tujuan untuk menghinakannya, kecuali Allah akan hinakan ia sebelum hari kiamat. (H.R alBazzar no 2848 dari Hudzaifah dan diisyaratkan keshahihannya oleh al-Haitsamy dalam Majmauz Zawaaid)
Berkata Anas bin Malik radhiyallahu anhu :
كَانَ اْلأَكَابِرُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَوْنَنَا عَنْ سَبِّ اْلأُمَرَاءِ
Para pembesar dari Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang kami dari mencela para pemimpin (riwayat Ibnu Abdil Bar dalam atTamhid)
Berkata Abu Darda’ radhiyallahu anhu :
وإنَّ أوَّل نِفَاقِ الْمَرْءِ طَعْنُهُ عَلَى إِمَامِهِ
Sesungguhnya awal kemunafikan pada seseorang adalah celaannya kepada pemimpinnya (riwayat Ibnu Abdil Bar dalam atTamhid dan Ibnu Asakir)
Keenam, Membuat Kerusakan
Disetiap demontrasi pasti menimbulkan kerusakan, minimal hancur dan rusaknya taman-taman kota dan lampu-lampu jalan.
Sedangkan membuat kerusakan dalam islam adalah perkara yang diharamkan.
Allah Ta'ala berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. [QS. al-A’râf : 56]
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
ينهى تعالى عن الإفساد في الأرض ، وما أضره بعد الإصلاح ! فإنه إذا كانت الأمور ماشية على السداد ، ثم وقع الإفساد بعد ذلك ، كان أضر ما يكون على العباد . فنهى الله تعالى عن ذلك ، وأمر بعبادته ودعائه والتضرع إليه
Allah Ta'ala melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestariannya sesudah diperbaiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka Allah Ta'ala melarang hal tersebut, dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya serta berendah diri dan memohon belas kasihan-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Berkata Abu Bakar bin ‘Ayyâsy rahimahullah :
“Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi ketika mereka sedang dalam kerusakan, lalu Allâh Azza wa Jalla memperbaiki mereka dengan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka barangsiapa mengajak kepada sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ia benar-benar termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi.” [Tafsîr Ibnu Abi Hâtim ar-Râzi 4/124 ).
Kesimpulannya, demontrasi adalah perkara yang dilarang dalam syariat islam, walaupun pemerintah membolehkan demontrasi, tidak menjadikan demonstrasi jadi boleh. Dan kita mentaati pemerintah hanya pada perkara yang ma'ruf, sedangkan demonstrasi adalah kemungkaran yang tidak patut dipatuhi atau diikuti sebagaimana fatwa ulama dan dalil di atas.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (النساء : 59).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa : 59).
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ ، وَلاَ طَاعَة.
Mendengar dan taat diperbolehkan bagi seorang muslim dalam semua hal yang disukainya dan yang dibencinya, selagi ia tidak diperintahkan untuk maksiat. Apabila diperintahkan untuk maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.(HR. Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ.
Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang baik. (HR. Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوف
ِ
Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya kepada hal yang baik. (HR. Muslim).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam maksiat kepada Allah Azza wa Jalla (HR. Ahmad. Berkata Syekh Arnuth isnad shahih atas syarat Bukhari Muslim).
Untuk menutup pembahasan yang lumayan panjang ini, penulis tuliskan fatwa ulama salaf tentang bid'ahnya demonstrasi dan membantah orang-orang yang membolehkan demonstrasi karena alasan ini demo atau aksi damai tidak anarkis.
Syekh Al-Allaamah Zaid bin Muhammad Al-Madkhali rahimahullah menjawab tentang masalah demonstrasi yang terjadi di negeri-negeri islam, dan anggapan bolehnya demo oleh sebagian orang, khususnya jika demonya itu damai tanpa membawa senjata. Maka beliau rahimahullah berkata:
المظاهرات من الأمور المحدثة، وكل أمر محدث فهو بدعة، وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار، ذلك أن شرع الله كامل-كتاب وسنة-، ولم نعرف في شيء من أدلة الكتاب والسنة تبيح لثلة من الناس أن يجتمعوا ويقوموا بالمظاهرات التي فيها التشويش على الناس وقتل الأوقات.
وأكبر من ذلك: تترك فيها الصلوات، ويحصل فيها القتل، فلو قتل في المظاهرة الواحدة مسلم يتحمل إثمه من دعا إلى القيام بالمظاهرات، سواء فرد أو مجتمعين أو مشتركين، وفي الأثر الصحيح: (لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ)[1].
فكم نفوس تقتل في المظاهرات؟، بشهادة العقل والنقل والعرف والحس والمشاهدة. فإحداث هذه المظاهرات إنما هي من البدع والضلالات يدعو إليها الشيطان والنفس الأمارة بالسوء والهوى، وما اجتمعت هذه الأعداء في شيء إلا دمِّر دين ودنيا كما هو المعروف في هذه المظاهرات.
ونتائج المظاهرات: كلها تقتيل، وتدمير، وتضييع للأموال وللأوقات، وإرهاب للآمنين، وكم فيها من مساوئ، وكفى بها شؤمًا أنها لم تفعل في عهد الرسل الكرام والأنبياء العظام الذين امتحنوا وأوذوا من أقوامهم، وآمن بهم من آمن ولم يعملوا مظاهرة ولم يعملوا تفجيرًا ولا اغتيالًا، بل نهى الإسلام عن كل ذلك.
فهؤلاء الذين يدعون إلى المظاهرات ويرون أن فيها النجاح غلطوا الطريق وأخطئوا الطريق وخير لهم أن يرجعوا إلى صوابهم، وتعالج الأمور على ضوء الكتاب والسنة على فهم العلماء-الراسخين في العلم-. فمن دعا الناس إلى هذه الفوضى فقد تسبب في فساد البلاد والعباد، وما حصل من قبل وحاليًا شاهد على ذلك.
فنحذر طلاب العلم: أن يقتنعوا في قول من يبيح المظاهرات ويرى أن المظاهرات السلمية كما يقولون! قَسَّمُوْهَا هذا التقسيم بدون برهان أنها جائزة!، بدون دليل يعتمد عليه لا من الكتاب ولا من السنة ولا من فعل الرسول ولا من الصحابة الكرام ولا من الأئمة الأعلام، وإنما هي كما أسلفت، وكما كتب غيري.
وكفى بكتابة هيئة كبار العلماء بيانًا ووضوحًا لمن يريد الحق، واجتمعوا على ذلك: أن المظاهرات بكيفياتها المعروفة باطلة، وأنها ليس لها أصل في الشرع، وأنها تدعو إلى فساد في العباد والبلاد، وهذا هو القول الصحيح ووقع عليه أكثر من عشرين عالِمًا، بل وجميع العلماء المعتبرين ينادون الناس بأن هذه المظاهرات طريق لا طريق صلاح وإصلاح.
وأن الطريق السليم هو المناصحة لمن تولى أمر إقليم من الأقاليم في الأرض إن أخطأ، ويدعى إليه بطريقة تليق بمستواه الذي هو فيه بدون إحداث هذه الفوضى التي أزهقت فيها أنفس، وروع فيها الآمنون وحصل فيها ما هو مشاهد للناس في هذا الزمن وقبل ذلك، والله أعلم.
[1] (سنن النسائي/ باب: تعظيم الدم/ 7-82، سنن الترمذي/ باب: ما جاء في تشديد قتل المؤمن/ 4-16 ).
فضيلة الشيخ الفقيه العلَّامة: زيد بن محمد المدخلي حفظه الله – الأفنان وتوحيد ابن خزيمة وحديث عن المظاهرات4-4-1432ه
“Demonstrasi termasuk perkara yang baru dalam agama, dan setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat dan setiap kesesatan itu di neraka. Yang demikian itu karena syariat Allah itu telah sempurna, kitab dan sunnah. Dan kita tidak mengetahui sedikitpun dari dalil al-kitab dan as-sunnah yang membolehkan sekelompok manusia untuk berkumpul lalu melakukan demontrasi yang terdapat di dalamnya pengacauan terhadap manusia menghabiskan waktu dan lebih parah dari itu adalah ditinggalkan shalat-shalat, terjadi di dalamnya pembunuhan. Maka seandainya dalam satu demo terbunuh satu orang muslim, yang menanggung dosanya adalah orang yang mengajak melakukan demo-demo tersebut. Sama saja, apakah seorang pribadi, sekelompok masyarakat ataupun komunitas. Dan dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
“Sungguh hilangnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada pembunuhan terhadap seorang muslim. (HR. Sunan An-Nasaa’i, bab Ta’zhiimu Ad-dami 7-87 dan At-Tirmidzi dalam bab Maa jaa’a ‘an Tasydiid qatlil mukmin, 4-16)
Maka betapa banyak terbunuh nyawa-nyawa di dalam demontrasi-demontrasi? Dengan disaksikan oleh akal, dalil naqli, adat, perasaan indrawi dan kenyataan yang disaksikan. Maka diada-adakannya demontrasi hanyalah bidah yang sesat, menyeru kepadanya syaithon, nafsu yang mengajak pada kejelekkan dan hawa. Dan tidaklah berkumpul musuh-musuh ini pada suatu perkara kecuali akan hancurlah agama dan dunia, sebagaimana sudah diketahui dalam demo-demo ini. Dan buah dari demontrasi-demontrasi semuanya adalah pembunuhan, kehancuran, menyia-nyiakan harta dan waktu mencemaskan orang-orang yang aman. Dan betapa banyak kejelekkan di dalamnya.
Cukuplah demo itu tergolong keburukan tatkala demo tidak pernah dikerjakan di zaman para Rasul yang mulia, para nabi yang agung, yang mana mereka telah dicoba dan disakiti oleh kaumnya. Dan berimanlah kepada mereka orang-orang yang beriman, dalam keadaan mereka tidak mengenal demontrasi dan tidak melakukan peledakkan dan pembunuhan, bahkan islam melarang dari semua.
Dan mereka-mereka yang mengajak demo itu dan berpendapat kalau padanya ada keselamatan telah salah jalan dan keliru jalan dan sebaiknya mereka kembali kepada kebenaran, mengatasi problema-problema dengan Al-kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman para ulama yang kokoh dalam keilmuannya. Maka barang siapa yg mengajak manusia kepada kekacauan ini, maka dia telah menyebabkan kerusakan negeri dan para hamba. Dan apa yang telah terjadi dahulu dan sekarang itu menjadi saksi akan hal itu.
Maka saya mengingatkan para penuntut ilmu, hendaknya mereka tidak memperdulikan pendapat yang membolehkan demontrasi damai, sebagaimana yg mereka katakan! Mereka membuat pembagian ini dengan tanpa dalil, bahwasanya (demo) itu boleh! Tanpa dalil yg dijadikan sandaran, tidak dari Al-Kitab tidak pula dari As-Sunnah tidak dari perbuatan Rasul, tidak dari para sahabat yang mulia, tidak pula dari para imam, sebagaimana yg telah lalu. Sebagaimana selain diriku telah menulis, dan cukuplah dengan tulisan Hai’ah Kibaarul Ulama sebagai penjelasan dan keterangan bagi orang yang menginginkan kebenaran dan berkumpul diatas itu: Sesungguhnya demontrasi yg dengan tatacara yang telah kita ketahui itu batil, bahwasanya hal itu tidak memiliki dasar syariat, bahwasanya hal itu mengantarkan kepada kerusakan para hamba dan negeri. Dan ini adalah pendapat yg benar yang telah ditanda tangani oleh lebih dari dua puluh orang alim, bahkan seluruh ulama yang terpandang menyerukan kepada manusia, kalau demontrasi itu adalah sebuah jalan, bukan jalan kebaikan dan perbaikan
Dan sesungguhnya jalan yang selamat adalah dengan menasihati orang yang memegang urusan kekuasaan wilayah di bumi ini jika memang dia bersalah, diseru dengan cara yang tepat sesuai tingkatan yang ia ada padanya, tanpa menimbulkan kekacauan seperti ini yang bisa melenyapkan jiwa, membuat takut orang-orang yang aman, dan terjadi di dalamnya apa yang sudah disaksikan manusia di zaman ini dan sebelumnya. Wallahu a’lam.
As-syaikh Al-Faqih Al-Allamah Zaid bin Muhammad Al-Madkhali rahimahullah Al-Al-afnaan watauhiid Ibni Khuzaimah wa hadits an al-muzhaharah, 4-4-1432 H.
Kesimpulannya, tinggalkan demontrasi, tinggalkan dai yang membolehkan dan menyeru kepada demontrasi, tinggalkan pergerakan islam yang mengajak untuk demonstrasi dan tinggalkan siapa saja yang memprovokasi untuk demontrasi.
Berkata Sholeh Al Fauzan hafidzohullôh tentang demontrasi :
نحن نبرأ إلى الله منها وممن دعا إليها وممن أجازها [موقف المسلم من الفتن والمظاهرات صـ19]
Kami berlepas diri kepada Allah darinya, dari orang yang menyeru kepadanya dan dari orang yang membolehkannya. (Mauquf Al Muslim Min Fitan Wal Mudzohirat Hal 19).
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ada sebuah artikel dari seseorang yang terkena virus hizbiyyah, beliau mengatakan : "Jika Pemerintahan dan sistem yang berlaku melarang Demonstrasi maka melakukan Demonstrasi berarti Pemberontakan. Jika Pemerintahan dan Sistem yang berlaku membolehkan dan mengatur pelaksanaan Demonstarsi berarti Pemerintah yang bersangkutan tidak menganggap itu sebagai Pemberontakan."
Artikel di atas merupakan syubhat yang terselubung untuk membuat keragu-keraguan dan menipu orang awam untuk pembenaran bolehnya demonstrasi.
Dan artikel di atas juga merupakan bantahan terhadap tulisan penulis mengenai fatwa Syekh Sholeh Fauzan hafidzohullôh tentang demontrasi adalah bentuk pemberontakan. https://m.facebook.com/photo.
Demonstrasi suatu perkara yang para ulama sangat melarangnya, sekalipun namanya diganti dengan berbagai macam nama, selama ada pengerahan masa dan menuntut pemerintah tentang sesuatu hal, tetap saja namanya demonstrasi.
Berkata Asy-Syaikh ‘Abdil ‘Azîz Ibnu Bâz rahimahullah :
أُوصِي العُلَمَاءَ وَجَمِيْعَ الدُّعَاةِ وَأَنْصَارَ الحَقِّ أَنْ يَتَجَنَّبُوا المَسِيْرَاتِ وَالمُظَاهَرَاتِ الَّتِي تَضُرُّ الدَّعْوَةَ وَلَا تَنْفَعُهَا، وَتُسَبِّبُ الفُرقَةَ بَيْنَ المُسْلِمين وَالفِتْنَةُ بَينَ الحُكَّامِ وَالمَحْكُومِيْنَ.
“Aku wasiatkan untuk segenap para ‘Ulama, seluruh du’at, dan para pembela kebenaran untuk menjauhinya demontrasi yang dimana hal tersebut memberikan kemudhorotan kepada dakwah serta tidak memberikan manfaat pada dakwah, (Demo) juga menyebabkan perpecahan diantara kaum muslimin dan fitnah diantara penguasa dan rakyat.” [http://www.binbaz.org.sa/mat/
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shôlih Al-‘Utsaimîn rahimahullah :
فَالمُظَاهَرَاتِ كُلُّهَا شَرٌّ، سَوَاءٌ أَذِنَ فِيْهَا الحَاكِمُ أَوْ لَمْ يَأْذَنْ.
Semua bentuk Demonstrasi adalah kejelekan, sama saja apakah hal tersebut diidzinkan penguasa maupun tidak.”* [Lihat “Liqô Bâb Al-Maftûh” (18/179)]
Berkata Asy-Syaikh Al-Albâni rahimahullah :
أَقُولُ عَنْ هَذِهِ المُظَاهَرَاتِ لَيْسَتْ وَسِيْلَةٌ إِسْلاَمِيَّةٌ* تُنْبِئُ عَنِ الرِّضَا أَو عَدَمِ الرِّضَا مِنَ الشُّعُوبِ المُسْلِمَةِ، لَأَنَّ هُنَاكَ وَسَائِل أُخْرَى بِاستِطَاعَتِهِمْ أَن يَسْلُكُوهَا.
Aku katakan tentang demonstrasi ini bukanlah wasilah islamiyyah yang menggambarkan tentang keridhoan maupun ketidak ridho’an dari rakyat muslim, karena disana masih ada wasilah yang masih mungkin untuk ditempuh dengannya…[http://www.
Beliau juga berkata:
هَذِهِ التَّظَاهُرَاتُ الأُرُوبِيَّةُ ثُمَّ التَّقْلِيْدِيَّةُ مِنَ المُسلِمِينَ، لَيسَتْ وَسِبْلَةٌ شَرْعِيَّةٌ لِإِصْلاَحِ الحُكْمِ وَبِالتَّالِي إِصْلاِحِ المُجْتَمَعِ.
Demonstrasi ala Eropa ini yang kemudian juga ditiru oleh kaum Muslimin, bukanlah wasilah syar’iyyah untuk memperbaiki hukum dan masyarakat!.
[http://www.altheqa.net/
Berkata Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rahimahullah :
*المُظَاهَرَاتُ طَاغُوتِيَّةٌ فِي شَوَارِعِ صَنْعَاء، فَواللهِ لَقَدْ أَهَانُوا الإِسْلاَمَ*.
Demonstrasi adalah thoghút; yang terjadi di jalan-jalan Shon’a, demi Allôh mereka telah menghinakan Islam.” [Lihat “Ghôrotul Asyrithoh” (2/152)]
Beliau rahimahullah mengatakan:
المُظَاهَرَاتُ تَقْلِيْدٌ لِأَعْدَاءِ الإِسْلاَمِ
Demonstrasi adalah taqlid terhadap musuh-musuh Islam.” [ “Ghôrotul Asyrithoh” (2/152)]
Berkata Asy-Syaikh Shôlih Al-Fauzân hafidzohullôh :
فَلَيْسَ الحَلُّ فِي أَنْ تَكُونَ مُظَاهَرَاتٌ أَو اعْتِصَامَاتٌ او تَخْرِيبٌ وَهَذَا لَيْسَ حَلُّ، *هَذَا زِيَادَةُ شَرٍّ* وَلَكِنْ الحَلَّ مُرَاجَعَةُ المَسْؤُليِنَ وَمُنَاصَحَتُهُمْ وَبَيَانُ الوَاجِبِ علَيهِمْ لَعَلَّهُم أَن يُزِيلُوا هَذَا الضَّرَرَ.
“Bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan dengan demo, unjuk rasa atau aksi anarkis, ini bukanlah solusi. Bahkan hal itu semakin menambah kejelekan, akan tetapi solusinya adalah mengingatkan pejabat serta mensaehati mereka dan menjelaskan apa yang menjadi kewajiban mereka untuk menuntaskan masalah ini.” [Dinukil dari “Al-Ajwibah Al-Mufîdah” (soal no.99)].
Berkata Syeikh Sholeh Al Fauzan hafidzohullôh tentang demontrasi :
نحن نبرأ إلى الله منها وممن دعا إليها وممن أجازها [موقف المسلم من الفتن والمظاهرات صـ19]
Kami berlepas diri kepada Allah darinya, dari orang yang menyeru kepadanya dan dari orang yang membolehkannya. (Mauquf Al Muslim Min Fitan Wal Mudzohirat Hal 19).
Diantara dalil terlarangnya demontrasi karena beberapa hal :
Pertama, Tasyabbuh (Meniru Orang Kafir).
Demonstrasi adalah produk barat yang notabene mereka adalah orang-orang kafir. Sedangkan kita kaum muslimin dilarang untuk meniru, menyerupai mencontoh dan mengikuti prilaku mereka.
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud. Berkata Syekh Al-Albany : Hadits Hasan Shahih).
Dan Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani. (HR Tirmidzi. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Hasan).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وذِرَاعاً بِذِرَاعٍ, حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ, الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ: فَمَنْ» ؟ . رواه البخاري
“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (kebiasaan) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka masuk ke lubang ‘Dlobb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak), niscaya kalian akan memasukinya pula”. Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)”. {HR. Bukhari)
Kedua, Mengganggu
Setiap demonstrasi terjadi, pasti terjadi kemacetan jalan. Ini salah satu bentuk gangguan. Dengan hal ini, maka banyak orang yang tergganggu. Banyak orang yang kepentingannya terhambat. Banyak orang yang urusannya terhalangi dan lain sebagainya.
Menghalangi jalan sampai orang terganggu ini bukan perkara remeh dalam agama kita.
Tidak menyingkirkan gangguan yang ada di jalan saja seperti menyingkirkan batu, pecahan kaca, batang pohon dan lain sebagainya ini di cap sebagai orang yang rendah imannya, bagaimana lagi kalau orang itu sendiri yang menjadi sebab orang terganggu.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan ‘Laailaahaillallah’, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, Wanita Keluar Rumah
Wanita keluar rumah tidak semudah laki-laki. Banyak syarat yang harus dipenuhi. Apatah lagi keluar rumah untuk demonstrasi, ini sesuatu pelanggaran berat dalam islam. Dimana wanita diperintahkan untuk tinggal di rumahnya, tidak boleh keluar rumah kecuali ada sesuatu yang dibolehkan dalam syariat.
Allah Ta'ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzab : 33).
Keempat, Bercampur Baur Laki-Laki Dan Perempuan
Dari Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari, dari bapaknya Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda di saat beliau keluar dari masjid, sedangkan orang-orang laki-laki ikhthilath (bercampur-baur) dengan para wanita di jalan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita:
اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ
“Minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan, kamu wajib berjalan di pinggir jalan.” Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya. [HR. Abu Dawud].
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syeikh rahimahullah berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang para wanita ikhthilath di jalan karena hal itu akan menyeret kepada fitnah (kemaksiatan; kesesatan), maka bagaimana dikatakan boleh ikhthilath pada selain itu. [Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, tartib: Abu Muahmmad Asyraf bin Abdul Maqshud, II/561, hal: 568, Maktabah Adh-waus Salaf, Cet:I, Th: 1419 H].
Kelima, Mencela Pemimpin Atau Pemerintah.
Setiap demonstrasi tidak luput dari cacian, hinaan dan celaan terhadap pemerintah. Padahal perkara inipun merupakan pelanggaran terhadap syariat islam dan tidak mencontoh para salaf.
Berkata Abu Bakrah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ
Barangsiapa yang menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan hinakan dia (H.R atTirmidzi no 2150 dihasankan oleh atTirmidzi dan al-Albany)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ قَوْمٍ مَشَوْا إِلَى سُلْطَانِ اللهِ لِيَذِلُّوهُ إِلاَّ أَذَلَّهُمُ اللَّهُ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Tidaklah suatu kaum berjalan menuju pemimpin Allah dengan tujuan untuk menghinakannya, kecuali Allah akan hinakan ia sebelum hari kiamat. (H.R alBazzar no 2848 dari Hudzaifah dan diisyaratkan keshahihannya oleh al-Haitsamy dalam Majmauz Zawaaid)
Berkata Anas bin Malik radhiyallahu anhu :
كَانَ اْلأَكَابِرُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَوْنَنَا عَنْ سَبِّ اْلأُمَرَاءِ
Para pembesar dari Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang kami dari mencela para pemimpin (riwayat Ibnu Abdil Bar dalam atTamhid)
Berkata Abu Darda’ radhiyallahu anhu :
وإنَّ أوَّل نِفَاقِ الْمَرْءِ طَعْنُهُ عَلَى إِمَامِهِ
Sesungguhnya awal kemunafikan pada seseorang adalah celaannya kepada pemimpinnya (riwayat Ibnu Abdil Bar dalam atTamhid dan Ibnu Asakir)
Keenam, Membuat Kerusakan
Disetiap demontrasi pasti menimbulkan kerusakan, minimal hancur dan rusaknya taman-taman kota dan lampu-lampu jalan.
Sedangkan membuat kerusakan dalam islam adalah perkara yang diharamkan.
Allah Ta'ala berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. [QS. al-A’râf : 56]
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
ينهى تعالى عن الإفساد في الأرض ، وما أضره بعد الإصلاح ! فإنه إذا كانت الأمور ماشية على السداد ، ثم وقع الإفساد بعد ذلك ، كان أضر ما يكون على العباد . فنهى الله تعالى عن ذلك ، وأمر بعبادته ودعائه والتضرع إليه
Allah Ta'ala melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestariannya sesudah diperbaiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka Allah Ta'ala melarang hal tersebut, dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya serta berendah diri dan memohon belas kasihan-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Berkata Abu Bakar bin ‘Ayyâsy rahimahullah :
“Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi ketika mereka sedang dalam kerusakan, lalu Allâh Azza wa Jalla memperbaiki mereka dengan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka barangsiapa mengajak kepada sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ia benar-benar termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi.” [Tafsîr Ibnu Abi Hâtim ar-Râzi 4/124 ).
Kesimpulannya, demontrasi adalah perkara yang dilarang dalam syariat islam, walaupun pemerintah membolehkan demontrasi, tidak menjadikan demonstrasi jadi boleh. Dan kita mentaati pemerintah hanya pada perkara yang ma'ruf, sedangkan demonstrasi adalah kemungkaran yang tidak patut dipatuhi atau diikuti sebagaimana fatwa ulama dan dalil di atas.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (النساء : 59).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa : 59).
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ ، وَلاَ طَاعَة.
Mendengar dan taat diperbolehkan bagi seorang muslim dalam semua hal yang disukainya dan yang dibencinya, selagi ia tidak diperintahkan untuk maksiat. Apabila diperintahkan untuk maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.(HR. Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ.
Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang baik. (HR. Bukhari).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوف
ِ
Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya kepada hal yang baik. (HR. Muslim).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam maksiat kepada Allah Azza wa Jalla (HR. Ahmad. Berkata Syekh Arnuth isnad shahih atas syarat Bukhari Muslim).
Untuk menutup pembahasan yang lumayan panjang ini, penulis tuliskan fatwa ulama salaf tentang bid'ahnya demonstrasi dan membantah orang-orang yang membolehkan demonstrasi karena alasan ini demo atau aksi damai tidak anarkis.
Syekh Al-Allaamah Zaid bin Muhammad Al-Madkhali rahimahullah menjawab tentang masalah demonstrasi yang terjadi di negeri-negeri islam, dan anggapan bolehnya demo oleh sebagian orang, khususnya jika demonya itu damai tanpa membawa senjata. Maka beliau rahimahullah berkata:
المظاهرات من الأمور المحدثة، وكل أمر محدث فهو بدعة، وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار، ذلك أن شرع الله كامل-كتاب وسنة-، ولم نعرف في شيء من أدلة الكتاب والسنة تبيح لثلة من الناس أن يجتمعوا ويقوموا بالمظاهرات التي فيها التشويش على الناس وقتل الأوقات.
وأكبر من ذلك: تترك فيها الصلوات، ويحصل فيها القتل، فلو قتل في المظاهرة الواحدة مسلم يتحمل إثمه من دعا إلى القيام بالمظاهرات، سواء فرد أو مجتمعين أو مشتركين، وفي الأثر الصحيح: (لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ)[1].
فكم نفوس تقتل في المظاهرات؟، بشهادة العقل والنقل والعرف والحس والمشاهدة. فإحداث هذه المظاهرات إنما هي من البدع والضلالات يدعو إليها الشيطان والنفس الأمارة بالسوء والهوى، وما اجتمعت هذه الأعداء في شيء إلا دمِّر دين ودنيا كما هو المعروف في هذه المظاهرات.
ونتائج المظاهرات: كلها تقتيل، وتدمير، وتضييع للأموال وللأوقات، وإرهاب للآمنين، وكم فيها من مساوئ، وكفى بها شؤمًا أنها لم تفعل في عهد الرسل الكرام والأنبياء العظام الذين امتحنوا وأوذوا من أقوامهم، وآمن بهم من آمن ولم يعملوا مظاهرة ولم يعملوا تفجيرًا ولا اغتيالًا، بل نهى الإسلام عن كل ذلك.
فهؤلاء الذين يدعون إلى المظاهرات ويرون أن فيها النجاح غلطوا الطريق وأخطئوا الطريق وخير لهم أن يرجعوا إلى صوابهم، وتعالج الأمور على ضوء الكتاب والسنة على فهم العلماء-الراسخين في العلم-. فمن دعا الناس إلى هذه الفوضى فقد تسبب في فساد البلاد والعباد، وما حصل من قبل وحاليًا شاهد على ذلك.
فنحذر طلاب العلم: أن يقتنعوا في قول من يبيح المظاهرات ويرى أن المظاهرات السلمية كما يقولون! قَسَّمُوْهَا هذا التقسيم بدون برهان أنها جائزة!، بدون دليل يعتمد عليه لا من الكتاب ولا من السنة ولا من فعل الرسول ولا من الصحابة الكرام ولا من الأئمة الأعلام، وإنما هي كما أسلفت، وكما كتب غيري.
وكفى بكتابة هيئة كبار العلماء بيانًا ووضوحًا لمن يريد الحق، واجتمعوا على ذلك: أن المظاهرات بكيفياتها المعروفة باطلة، وأنها ليس لها أصل في الشرع، وأنها تدعو إلى فساد في العباد والبلاد، وهذا هو القول الصحيح ووقع عليه أكثر من عشرين عالِمًا، بل وجميع العلماء المعتبرين ينادون الناس بأن هذه المظاهرات طريق لا طريق صلاح وإصلاح.
وأن الطريق السليم هو المناصحة لمن تولى أمر إقليم من الأقاليم في الأرض إن أخطأ، ويدعى إليه بطريقة تليق بمستواه الذي هو فيه بدون إحداث هذه الفوضى التي أزهقت فيها أنفس، وروع فيها الآمنون وحصل فيها ما هو مشاهد للناس في هذا الزمن وقبل ذلك، والله أعلم.
[1] (سنن النسائي/ باب: تعظيم الدم/ 7-82، سنن الترمذي/ باب: ما جاء في تشديد قتل المؤمن/ 4-16 ).
فضيلة الشيخ الفقيه العلَّامة: زيد بن محمد المدخلي حفظه الله – الأفنان وتوحيد ابن خزيمة وحديث عن المظاهرات4-4-1432ه
“Demonstrasi termasuk perkara yang baru dalam agama, dan setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat dan setiap kesesatan itu di neraka. Yang demikian itu karena syariat Allah itu telah sempurna, kitab dan sunnah. Dan kita tidak mengetahui sedikitpun dari dalil al-kitab dan as-sunnah yang membolehkan sekelompok manusia untuk berkumpul lalu melakukan demontrasi yang terdapat di dalamnya pengacauan terhadap manusia menghabiskan waktu dan lebih parah dari itu adalah ditinggalkan shalat-shalat, terjadi di dalamnya pembunuhan. Maka seandainya dalam satu demo terbunuh satu orang muslim, yang menanggung dosanya adalah orang yang mengajak melakukan demo-demo tersebut. Sama saja, apakah seorang pribadi, sekelompok masyarakat ataupun komunitas. Dan dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
“Sungguh hilangnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada pembunuhan terhadap seorang muslim. (HR. Sunan An-Nasaa’i, bab Ta’zhiimu Ad-dami 7-87 dan At-Tirmidzi dalam bab Maa jaa’a ‘an Tasydiid qatlil mukmin, 4-16)
Maka betapa banyak terbunuh nyawa-nyawa di dalam demontrasi-demontrasi? Dengan disaksikan oleh akal, dalil naqli, adat, perasaan indrawi dan kenyataan yang disaksikan. Maka diada-adakannya demontrasi hanyalah bidah yang sesat, menyeru kepadanya syaithon, nafsu yang mengajak pada kejelekkan dan hawa. Dan tidaklah berkumpul musuh-musuh ini pada suatu perkara kecuali akan hancurlah agama dan dunia, sebagaimana sudah diketahui dalam demo-demo ini. Dan buah dari demontrasi-demontrasi semuanya adalah pembunuhan, kehancuran, menyia-nyiakan harta dan waktu mencemaskan orang-orang yang aman. Dan betapa banyak kejelekkan di dalamnya.
Cukuplah demo itu tergolong keburukan tatkala demo tidak pernah dikerjakan di zaman para Rasul yang mulia, para nabi yang agung, yang mana mereka telah dicoba dan disakiti oleh kaumnya. Dan berimanlah kepada mereka orang-orang yang beriman, dalam keadaan mereka tidak mengenal demontrasi dan tidak melakukan peledakkan dan pembunuhan, bahkan islam melarang dari semua.
Dan mereka-mereka yang mengajak demo itu dan berpendapat kalau padanya ada keselamatan telah salah jalan dan keliru jalan dan sebaiknya mereka kembali kepada kebenaran, mengatasi problema-problema dengan Al-kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman para ulama yang kokoh dalam keilmuannya. Maka barang siapa yg mengajak manusia kepada kekacauan ini, maka dia telah menyebabkan kerusakan negeri dan para hamba. Dan apa yang telah terjadi dahulu dan sekarang itu menjadi saksi akan hal itu.
Maka saya mengingatkan para penuntut ilmu, hendaknya mereka tidak memperdulikan pendapat yang membolehkan demontrasi damai, sebagaimana yg mereka katakan! Mereka membuat pembagian ini dengan tanpa dalil, bahwasanya (demo) itu boleh! Tanpa dalil yg dijadikan sandaran, tidak dari Al-Kitab tidak pula dari As-Sunnah tidak dari perbuatan Rasul, tidak dari para sahabat yang mulia, tidak pula dari para imam, sebagaimana yg telah lalu. Sebagaimana selain diriku telah menulis, dan cukuplah dengan tulisan Hai’ah Kibaarul Ulama sebagai penjelasan dan keterangan bagi orang yang menginginkan kebenaran dan berkumpul diatas itu: Sesungguhnya demontrasi yg dengan tatacara yang telah kita ketahui itu batil, bahwasanya hal itu tidak memiliki dasar syariat, bahwasanya hal itu mengantarkan kepada kerusakan para hamba dan negeri. Dan ini adalah pendapat yg benar yang telah ditanda tangani oleh lebih dari dua puluh orang alim, bahkan seluruh ulama yang terpandang menyerukan kepada manusia, kalau demontrasi itu adalah sebuah jalan, bukan jalan kebaikan dan perbaikan
Dan sesungguhnya jalan yang selamat adalah dengan menasihati orang yang memegang urusan kekuasaan wilayah di bumi ini jika memang dia bersalah, diseru dengan cara yang tepat sesuai tingkatan yang ia ada padanya, tanpa menimbulkan kekacauan seperti ini yang bisa melenyapkan jiwa, membuat takut orang-orang yang aman, dan terjadi di dalamnya apa yang sudah disaksikan manusia di zaman ini dan sebelumnya. Wallahu a’lam.
As-syaikh Al-Faqih Al-Allamah Zaid bin Muhammad Al-Madkhali rahimahullah Al-Al-afnaan watauhiid Ibni Khuzaimah wa hadits an al-muzhaharah, 4-4-1432 H.
Kesimpulannya, tinggalkan demontrasi, tinggalkan dai yang membolehkan dan menyeru kepada demontrasi, tinggalkan pergerakan islam yang mengajak untuk demonstrasi dan tinggalkan siapa saja yang memprovokasi untuk demontrasi.
Berkata Sholeh Al Fauzan hafidzohullôh tentang demontrasi :
نحن نبرأ إلى الله منها وممن دعا إليها وممن أجازها [موقف المسلم من الفتن والمظاهرات صـ19]
Kami berlepas diri kepada Allah darinya, dari orang yang menyeru kepadanya dan dari orang yang membolehkannya. (Mauquf Al Muslim Min Fitan Wal Mudzohirat Hal 19).
Komentar
Posting Komentar