Jangan Berteman Ahlul Hawa
TINGGALKAN BERTEMAN AKRAB DENGAN AHLUL HAWA
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ahlul hawa (ahlul bid'ah) itu berbahaya, jangan berteman akrab, jangan sekali-kali duduk bermajlis dengan mereka, jangan mendengar perkataan mereka dan jangan pula berdebat kusir dengan mereka, karena akan membuat hati kita sakit. Lebih aman, tinggalkan mereka.
Berkata Al Hasan Al Bashri rahimahullah :
ﻻتجالسوا أهل اﻷهواء وﻻتجادلوهم وﻻتسمعوا منهم..
“Janganlah kalian duduk dengan Ahlul Ahwa dan jangan berdebat dengan mereka serta jangan mendengar dari mereka..” (I’tiqad ahlis sunnh Al Lalakai}.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhu :
لاتجالس أهل الأهواء فإنّ مجالستهم ممرضة للقلب
Janganlah kalian bermajlis dengan ahlul ahwa, karena bermajlis dengan mereka akan membuat hati menjadi sakit. (as-Syariah karya al-Ajurri hal. 61),
Ahlul hawa (ahlul bid'ah) itu berbahaya. Syubhatnya sungguh sangat dahsyat. Seseorang yang lurus manhajnya, benar jalannya, tegar pendirian dan prinsipnya bisa mereka palingkan ke jalan kesesatan.
Berkata Abu Qilabah Rahimahullah :
لا تجالسوا أهل الأهواء، ولا تجادلوهم، فإني لا آمن أن يغمسوكم في الضلالة، أو يلبسوا عليكم في الدين بعض ما لبس عليهم
“Janganlah kalian bermajlis bersama ahlu ahwa’ dan janganlah mendebat mereka dikarenakan sesungguhnya aku tidak merasa aman mereka menanamkan kesesatan kepada kalian atau menyamarkan kepada kalian perkara agama, sebagian perkara agama yang mereka samarkan.” ( Al Ibanah Ibnu Bathah).
Duduk dan berteman dengan pelaku maksiat dari kalangan ahlussunnah itu lebih baik dari pada duduk-duduk dengan ahlul bid'ah. Pelaku maksiat tidak akan merusak agama, sedangkan pelaku bid'ah merusak agama.
Ini bukan berarti duduk dan berteman akrab dengan pelaku maksiat, tidak berbahaya, tentulah berteman dengan orang-orang shaleh dari kalangan ahlussunnah itu lebih baik, namun jika dibandingkan antara berteman dengan ahlu maksiat dan ahlul bid' ah, maka berteman dengan ahlu maksiat itu lebih baik.
Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah :
وإذا رأيت الرجل ردىء الطريق والمذهب، فاسقا فاجرا صاحب معاص ظالما وهو من أهل السنة.. فاصحبه واجلس معه فإنه ﻻتضرك معصيته.
وإذا رأيت الرجل عابدا مجتهدا متفشقا محترفا باالعبادة صاحب هوى فلاتجلس معه وﻻتسمع كلامه وﻻتمشى معه فى طريق فإني ﻻآمن أن تستحلى طريقه فتهلك معه..
“Jika engkau melihat seorang yang rendahan,seorang fasiq,fajir,pelaku maksiat dan zalim namun ia ahlus sunnah. Maka bertemanlah dengannya dan duduklah bersamanya karna kemaksiatanya tidak akan membahayakanmu..
Tetapi jika engkau melihat seorang yang Abidh, bersemangat,serta ahli dalam ibadah ternyata ia shahibul hawa. Maka janganlah engkau duduk denganya dan jangan dengarkan ucapanya serta jangan engkau berjalan bersamanya dalam satu jalan, karna sungguh aku khawatir jika itu terjadi engkau akan binasa bersamanya.”(Syarhus sunnah).
Seorang salaf marah besar ketika anaknya masuk ke rumah ahlul bid ah. Dia mengatakan, bahwa kamu masuk ke rumah bencong itu lebih baik daripada masuk ke rumah ahlul bid ah.
Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah :
رأي يونس بن عبيد ابنه وقد خرج من عند صاحب هوى..فقال : يابني من أين خرجت ؟؟
قال : من عند عمرو بن عبيد. قال : ﻷن أراك خرجت من بيت هيتى أحب إلي من أن أراك خرجت من بيت فلان وفلان.. وﻷن تلقى الله زانيا سارقا خائنا أحب إلي من أن تلقاه بقول أهل اﻷهواء.. أفلا تعلم أن يونس قد علم أن الهيتى ﻻيضل ابنه عن دينه وأن صاحب البدع يضله حتى يكفره..
Tatkala Yunus bin ubaid melihat anaknya keluar dari (rumah) shahibul hawa, beliau berkata : Wahai anakku dari mana engkau keluar ?
Kata anaknya : aku habis keluar dari rumah Amr bin Ubaid (ahlul hawa), beliau berkata: "Wahai anakku, sungguh aku melihat engkau keluar dari rumah seorang bencong lebih aku sukai dari pada engkau keluar dari rumah fulan dan fulan (dari ahlul ahwa). Dan jika engkau berjumpa dengan Allah kelak dengan status pezina, pencuri atau pengkhianat lebih aku sukai daripada engkau berjumpa dengan-Nya diatas ucapan(pemikiran) ahlul ahwa.
Tidakkah engkau mengetahui bahwa Yunus mengerti kalau seorang becong tidak akan menyesatkan anaknya dari agamanya tetapi shahibul bid’ah akan menyesatkan agama anaknya bahkan sampai kafir. (Syarhus sunnah).
Agama seseorang itu tergantung teman akrabnya walaupun dia mengaku sebagai ahlussunnah, akan tetapi berteman akrab dengan ahlul bid'ah, maka berhati-hatilah dengan orang tersebut. Karena pemahaman agama seseorang tergantung teman akrabnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman [ HR Abu Dâwud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378. (ash-Shahîhah no. 927) ]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ
Seorang mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin [ HR al-Bukhâri (al-Adabul -Mufrad no. 239) dan Abu Dâwud no. 4918 (ash-Shahîhah no. 926) ]
Seorang salaf pernah mentahdzir seseorang 30 hari lamanya, karena orang tersebut makan bersama ahlul bid'ah.
Berkata Abdullah bin Syirkhisi
rahimahullah :
أكلت عند صاحب البدعة أكلة. فبلغ ذالك ابن المبارك فقال : ﻻ كلمته ثلاثين يوما.
Aku pernah makan bersama shahibul bid’ah, ternyata berita ini sampai kepada Ibnul Mubarak. Maka beliau berkata : Aku tidak akan akan berbicara kepadanya selama 30 hari. ( I’tiqod ahlus sunnah).
Orang bisa saja menyembunyikan penyimpangannya, kesesatan dan kebid'ahannya, namun terungkap kepermukaan dari siapa teman akrabnya.
Berkata Al Imam Al Auza’i rahimahullah :
من استتر عنا بدعته لم تخف ألفته..
“Siapa yang tersembunyi dari kami kebidahannya, maka tidak akan tersembunyi dengan siapa dia berteman..” I’tiqad ahlis sunnah}
Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah :
وإذا رأيت الرجل جلس مع أهل اﻷهواء فاحذره واعرفه. فإن جلس معه بعد ماعلم فاتقه
فإنه صاحب هوى..
“Jika engkau melihat seorang duduk dengan ahlul hawa maka berhati-hatilah darinya dan kenali dia, namun jika engkau melihat ada orang yang masih saja duduk dengannya setelah mengetahui ilmunya, maka berhati-hati pula karna dia juga shahibul hawa. (Syarhus sunnah).
Kesimpulannya, jauhilah berteman akrab dengan pelaku maksiat dan ahlul bid'ah, kecuali berteman biasa saja dalam rangka mendakwahinya, jauhi berdebat dengan ahlul bid'ah, karena mereka akan menghembuskan syubhat, yang pada akhirnya kita terwarnai oleh mereka dan membenarkan mereka.
Berkata Ibnu Baththah rahimahullah :
ولقد رأيت جماعة من الناس كانو ايلعنونهم، ويسبونهم، فجالسوهم على سبيل الإنكار، والرد عليهم، فمازالت بهم المباسطة وخفي المكر، ودقيق الكفرحتى صبو إليهم
“Saya pernah melihat sekelompok manusia yang dahulunya melaknat ahlu bid’ah, lalu mereka duduk bersama ahlu bid’ah untuk mengingkari dan membantah mereka dan terus menerus orang-orang itu bermudah-mudahan, sedangkan tipu daya itu sangat halus dan kekafiran sangat lembut dan akhirnya terkena kepada mereka.” (Al-Ibanah Ibnu Baththah).
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ahlul hawa (ahlul bid'ah) itu berbahaya, jangan berteman akrab, jangan sekali-kali duduk bermajlis dengan mereka, jangan mendengar perkataan mereka dan jangan pula berdebat kusir dengan mereka, karena akan membuat hati kita sakit. Lebih aman, tinggalkan mereka.
Berkata Al Hasan Al Bashri rahimahullah :
ﻻتجالسوا أهل اﻷهواء وﻻتجادلوهم وﻻتسمعوا منهم..
“Janganlah kalian duduk dengan Ahlul Ahwa dan jangan berdebat dengan mereka serta jangan mendengar dari mereka..” (I’tiqad ahlis sunnh Al Lalakai}.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhu :
لاتجالس أهل الأهواء فإنّ مجالستهم ممرضة للقلب
Janganlah kalian bermajlis dengan ahlul ahwa, karena bermajlis dengan mereka akan membuat hati menjadi sakit. (as-Syariah karya al-Ajurri hal. 61),
Ahlul hawa (ahlul bid'ah) itu berbahaya. Syubhatnya sungguh sangat dahsyat. Seseorang yang lurus manhajnya, benar jalannya, tegar pendirian dan prinsipnya bisa mereka palingkan ke jalan kesesatan.
Berkata Abu Qilabah Rahimahullah :
لا تجالسوا أهل الأهواء، ولا تجادلوهم، فإني لا آمن أن يغمسوكم في الضلالة، أو يلبسوا عليكم في الدين بعض ما لبس عليهم
“Janganlah kalian bermajlis bersama ahlu ahwa’ dan janganlah mendebat mereka dikarenakan sesungguhnya aku tidak merasa aman mereka menanamkan kesesatan kepada kalian atau menyamarkan kepada kalian perkara agama, sebagian perkara agama yang mereka samarkan.” ( Al Ibanah Ibnu Bathah).
Duduk dan berteman dengan pelaku maksiat dari kalangan ahlussunnah itu lebih baik dari pada duduk-duduk dengan ahlul bid'ah. Pelaku maksiat tidak akan merusak agama, sedangkan pelaku bid'ah merusak agama.
Ini bukan berarti duduk dan berteman akrab dengan pelaku maksiat, tidak berbahaya, tentulah berteman dengan orang-orang shaleh dari kalangan ahlussunnah itu lebih baik, namun jika dibandingkan antara berteman dengan ahlu maksiat dan ahlul bid' ah, maka berteman dengan ahlu maksiat itu lebih baik.
Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah :
وإذا رأيت الرجل ردىء الطريق والمذهب، فاسقا فاجرا صاحب معاص ظالما وهو من أهل السنة.. فاصحبه واجلس معه فإنه ﻻتضرك معصيته.
وإذا رأيت الرجل عابدا مجتهدا متفشقا محترفا باالعبادة صاحب هوى فلاتجلس معه وﻻتسمع كلامه وﻻتمشى معه فى طريق فإني ﻻآمن أن تستحلى طريقه فتهلك معه..
“Jika engkau melihat seorang yang rendahan,seorang fasiq,fajir,pelaku maksiat dan zalim namun ia ahlus sunnah. Maka bertemanlah dengannya dan duduklah bersamanya karna kemaksiatanya tidak akan membahayakanmu..
Tetapi jika engkau melihat seorang yang Abidh, bersemangat,serta ahli dalam ibadah ternyata ia shahibul hawa. Maka janganlah engkau duduk denganya dan jangan dengarkan ucapanya serta jangan engkau berjalan bersamanya dalam satu jalan, karna sungguh aku khawatir jika itu terjadi engkau akan binasa bersamanya.”(Syarhus sunnah).
Seorang salaf marah besar ketika anaknya masuk ke rumah ahlul bid ah. Dia mengatakan, bahwa kamu masuk ke rumah bencong itu lebih baik daripada masuk ke rumah ahlul bid ah.
Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah :
رأي يونس بن عبيد ابنه وقد خرج من عند صاحب هوى..فقال : يابني من أين خرجت ؟؟
قال : من عند عمرو بن عبيد. قال : ﻷن أراك خرجت من بيت هيتى أحب إلي من أن أراك خرجت من بيت فلان وفلان.. وﻷن تلقى الله زانيا سارقا خائنا أحب إلي من أن تلقاه بقول أهل اﻷهواء.. أفلا تعلم أن يونس قد علم أن الهيتى ﻻيضل ابنه عن دينه وأن صاحب البدع يضله حتى يكفره..
Tatkala Yunus bin ubaid melihat anaknya keluar dari (rumah) shahibul hawa, beliau berkata : Wahai anakku dari mana engkau keluar ?
Kata anaknya : aku habis keluar dari rumah Amr bin Ubaid (ahlul hawa), beliau berkata: "Wahai anakku, sungguh aku melihat engkau keluar dari rumah seorang bencong lebih aku sukai dari pada engkau keluar dari rumah fulan dan fulan (dari ahlul ahwa). Dan jika engkau berjumpa dengan Allah kelak dengan status pezina, pencuri atau pengkhianat lebih aku sukai daripada engkau berjumpa dengan-Nya diatas ucapan(pemikiran) ahlul ahwa.
Tidakkah engkau mengetahui bahwa Yunus mengerti kalau seorang becong tidak akan menyesatkan anaknya dari agamanya tetapi shahibul bid’ah akan menyesatkan agama anaknya bahkan sampai kafir. (Syarhus sunnah).
Agama seseorang itu tergantung teman akrabnya walaupun dia mengaku sebagai ahlussunnah, akan tetapi berteman akrab dengan ahlul bid'ah, maka berhati-hatilah dengan orang tersebut. Karena pemahaman agama seseorang tergantung teman akrabnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman [ HR Abu Dâwud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378. (ash-Shahîhah no. 927) ]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ
Seorang mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin [ HR al-Bukhâri (al-Adabul -Mufrad no. 239) dan Abu Dâwud no. 4918 (ash-Shahîhah no. 926) ]
Seorang salaf pernah mentahdzir seseorang 30 hari lamanya, karena orang tersebut makan bersama ahlul bid'ah.
Berkata Abdullah bin Syirkhisi
rahimahullah :
أكلت عند صاحب البدعة أكلة. فبلغ ذالك ابن المبارك فقال : ﻻ كلمته ثلاثين يوما.
Aku pernah makan bersama shahibul bid’ah, ternyata berita ini sampai kepada Ibnul Mubarak. Maka beliau berkata : Aku tidak akan akan berbicara kepadanya selama 30 hari. ( I’tiqod ahlus sunnah).
Orang bisa saja menyembunyikan penyimpangannya, kesesatan dan kebid'ahannya, namun terungkap kepermukaan dari siapa teman akrabnya.
Berkata Al Imam Al Auza’i rahimahullah :
من استتر عنا بدعته لم تخف ألفته..
“Siapa yang tersembunyi dari kami kebidahannya, maka tidak akan tersembunyi dengan siapa dia berteman..” I’tiqad ahlis sunnah}
Berkata Al Imam Al Barbahari rahimahullah :
وإذا رأيت الرجل جلس مع أهل اﻷهواء فاحذره واعرفه. فإن جلس معه بعد ماعلم فاتقه
فإنه صاحب هوى..
“Jika engkau melihat seorang duduk dengan ahlul hawa maka berhati-hatilah darinya dan kenali dia, namun jika engkau melihat ada orang yang masih saja duduk dengannya setelah mengetahui ilmunya, maka berhati-hati pula karna dia juga shahibul hawa. (Syarhus sunnah).
Kesimpulannya, jauhilah berteman akrab dengan pelaku maksiat dan ahlul bid'ah, kecuali berteman biasa saja dalam rangka mendakwahinya, jauhi berdebat dengan ahlul bid'ah, karena mereka akan menghembuskan syubhat, yang pada akhirnya kita terwarnai oleh mereka dan membenarkan mereka.
Berkata Ibnu Baththah rahimahullah :
ولقد رأيت جماعة من الناس كانو ايلعنونهم، ويسبونهم، فجالسوهم على سبيل الإنكار، والرد عليهم، فمازالت بهم المباسطة وخفي المكر، ودقيق الكفرحتى صبو إليهم
“Saya pernah melihat sekelompok manusia yang dahulunya melaknat ahlu bid’ah, lalu mereka duduk bersama ahlu bid’ah untuk mengingkari dan membantah mereka dan terus menerus orang-orang itu bermudah-mudahan, sedangkan tipu daya itu sangat halus dan kekafiran sangat lembut dan akhirnya terkena kepada mereka.” (Al-Ibanah Ibnu Baththah).
Komentar
Posting Komentar