Dalil Membiarkan Jenggot

DALIL MEMBIARKAN JENGGOT

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

 خَالِفُوا المُشْرِكِينَ: وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ: إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ

“Selisihilah orang-orang musyrik: panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” Sedangkan Ibnu Umar: ketika haji atau umrah beliau menggenggam jenggotnya dan mengambil lebihannya. (HR. Bukhari : 5892)

Berkata Ibnu Daqiq Al-‘Id rahimahullah :

 لَا أَعْلَمُ أَحَدًا فَهِمَ مِنَ الْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ أَعْفُوا اللِّحَى تَجْوِيزَ مُعَالَجَتِهَا بِمَا يُغْزِرُهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ


Aku tidak mengetahui seorangpun yang memahami perkara sabda beliau“Perihalalah jenggot” untuk membolehkan mengobatinya supaya menjadikanya jenggot itu lebat sebagaimana yang dilakukan sebagian orang. (Fathul Bari : 10/351)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى


“Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim : 259)

Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma :

 أَنَّهُ: أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ، وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ

Bahwasanya beliau memerintahkan untuk mencukur pendek kumis dan membiarkan jenggot. (HR. Muslim : 259)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَوْفُوا اللِّحَى


Dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Selisihilah orang musyrik, cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot” (HR. Muslim : 259)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ


“Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot selisihilah orang majusi.” (HR. Muslim : 260)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ . . . الحديث

“Ada sepuluh hal yang termasuk fitrah (yaitu) : mencukur kumis, dan membiarkan jenggot . . . al-hadits” (HR. Muslim : 261)


Maka yang kita fahami dari hadits-hadits nabi dan ucapan ulama’ yang terkait masalah “memelihara jenggot” adalah masalah membiarkannya tumbuh; bukan memilikinya.

Berkata Syeikh Bin Baz rahimahullah :

يجب على المسلم توفير لحيته وإعفاؤها وإرخاؤها امتثالا لأمر سيد الأولين والآخرين ورسول رب العالمين محمد بن عبد الله عليه من ربه أفضل الصلاة والتسليم

Diwajibkan atas seorang muslim melimpahkan jenggotnya, membiarkannya, dan melepaskannya sebagai kepatuhan terhadap perintah sayyidil awwaliina wal aakhirin dan utusannya Rabb seluruh alam yaitu Muhammad bin Abdullah semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam yang paling afdhol kepada beliau. (Majmu’ Fatawa Bin Baz : 3/364)


Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :

القص من اللحية خلاف ما أمر به النبي صلى الله عليه وسلم في قوله: (وفروا اللحى) ، (أعفوا اللحى) ، (أرخوا اللحى) فمن أراد اتباع أمر الرسول صلى الله عليه وسلم، واتباع هديه صلى الله عليه وسلم، فلا يأخذن منها شيئاً، فإن هدي الرسول، عليه الصلاة والسلام، أن لا يأخذ من لحيته شيئاً، وكذلك كان هدي الأنبياء قبله

Memotong bagian dari jenggot dalah menyelisihi apa yang diperintahkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam di dalam sabdanya : “Biarkanlah jenggot.” Maka barang siapa yang hendak mengikuti perintah Rasul shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengikuti petunjuk beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam maka janganlah ia mencukur darinya sedikitpun. Maka sesungguhnya petunjuk Rasulu alaihisholatu wassalaam adalah hendaknya tidak mencukur jenggotnya sedikitpun. Demikian pula petunjuk para Nabi sebelumnya. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Al-Utsaimin : 11/126)

Al Lajnah Ad Daimah ditanya tentang hukum jenggot, mereka menjawab :

حلق اللحية وإسبال الملابس حرام، ومرتكب ذلك عاص وفاسق، وإذا مات المسلم مصرا على ذلك ولم يتب إلى الله جل وعلا فأمره إلى الله إن شاء عذبه بقدر معصيته ثم يدخله الجنة، وإن شاء عفا عنه ولم يعذبه


Mencukur jenggot dan baju isbal hukumnya haram, dan pelaku perbuatan tersebut adalah pelaku maksiat dan fasik. Ketika seorang muslim meninggal dunia dan masih melakukan perbuatan tersebut dan tidak bertaubat pada Allah jalla wa alaa maka perkaranya diserahkan pada Allah. Jika Allah berkehendak maka disiksa sesuai kadar maksiatnya kemudian dimasukan ke dalam surga, dan jika Ia berkehendak maka ia diampuni dan tidak disiksa. (Fatawa Lajnah Daimah : 1/743)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibadah Dimalam Nisfu Sya'ban

Royalti Di Akhirat

KENAPA KAMU DIAM?