Jamaah Bai'at
MATI JAHILIYAH KELUAR DARI JAMAAH PERGERAKAN ?
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Pergerakan-pergerakan islam tumbuh subur di seluruh belahan dunia, termasuk di negeri kita ini. Masing-masing harokiyyun tersebut memiliki manhaj dan thariqah sendiri-sendiri. Memiliki imam pemimpin yang mereka hormati dan mereka taati. Mereka memiliki lafadz-lafadz baiat, ikrar atau sumpah setia untuk mengikat jamaahnya agar tidak mudah keluar. Mereka berlomba merekrut orang-orang awam dari kaum muslimin untuk mendokrin mereka agar bergabung dengan jamaahnya. Mereka tugaskan dan targetkan setiap anggota jamaah harus merekrut sekian jamaah baru.
Hal tersebut kadang menjadi keributan antar jamaah pergerakan, apalagi di tahun-tahun ajaran baru, mereka bersaing, berlomba-lomba dan bersiap-siap menyergap pelajar dan mahasiswa baru untuk menarik simpati mereka agar bergabung dengan pergerakannya.
Mereka mempunyai metodologi, silabus dan tahapan-tahapan dakwah bagaimana cara merekrut jamaah baru dengan pembinaan yang sudah mereka rancang dan targetkan dalam buku-buka panduan mereka, yang ujung-ujungnya sebagian jamaah pergerakan tersebut mengikat jamaah rekrutan baru itu dengan dalil-dalil baiat, agar jamaah yang baru bergabung tersebut tidak mudah terlepas dari jamaah.
Diantara dalil-dalil baiat yang digunakan oleh sebagian jamaah-jamaah pergerakan adalah sebagai berikut:
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً. ( رواه البخاري).
Barangsiapa memisahkan diri dari jamaah satu jengkal saja, lalu meninggal dunia, maka meninggalnya dalam keadaan jahiliyyah. (HR. Bukhori).
Dalam riwayat Imam Muslim, dalam shahih-nya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً (رواه مسلم).
Barangsiapa keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah, lalu meninggal dunia, maka meninggalnya dalam keadaan jahiliyyah. (HR. Muslim).
Kedua hadits tersebut dijadikan dalil oleh sebagian jama’ah pergerakan untuk mengikat jama’ahnya agar tidak keluar dari jama’ah. Dengan kedua hadits itu, digunakanlah untuk menakut-nakuti anggota jama’ah agar tidak memisahkan dari jama’ah. Mereka para tokoh jamaah tersebut akan berusaha keras menghalang-halangi jamaahnya keluar dari jamaah.
Maka terbelenggulah jama’ahnya dan susah melepaskan diri. Sehingga walaupun mereka tahu bahwa ada banyak kekeliruan dalam jama’ahnya dalam memahami ayat-ayat Allah Ta’ala dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam praktek ibadah dan amaliah lainnya, mereka berat hati untuk meninggalkan jama’ahnya.
Selain takut dengan ancaman hadits diatas, dan juga karena takut kalau dunianya hilang. Takut kalau mata pencahariannya sirna. Takut kalau fasilitas lainnya lenyap. Dan hal-hal lainnya, semisal keluarga besarnya ada di jama’ah tersebut, kadung sudah menjadi senior, tokoh di jamaah tersebut, sudah kadung tua, tidak enak, hutang budi dan lain sebagainya.
Ditambah lagi dengan ancaman pemboikotan, penganiayaan dan sampai tingkat pembunuhan. Karena wala dan bara’nya (kapan memberikan kasih-sayang dan kapan melakukan permusuhan) tergantung dia jama’ah atau bukan. Kalau dia jama’ahnya, maka sikap wala diterapkan, kalau bukan jama’ahnya sikap bara’ dijalankan. Cinta dan bencinya tergantung dia jama’ah atau bukan.
Mereka pun berdalih bahwa perbuatannya itu sesuai dalil yang berdasarkan hadits Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Masruq radhiyallahu ’anhu, dari Abdullah radhiyallahu’ anhu, dimana Nabi shallalla-hu ’alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ الْجَمَاعَةَ (رواه متفق عليه).
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku Rasulullah kecuali salah satu tiga sebab : Jiwa dengan jiwa (karena membunuh orang dibalas dengan dibunuh lagi), Orang yang pernah menikah berzina (dihukum rajam sampai mati), Orang murtad yang keluar dari jama’ah. (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalil lain yang didokrinkan para pemimpin mereka adalah surah Al Isra ayat 71, bahwa pada hari kemudian nanti umat manusia akan dikumpulkan dengan para imam mereka, jadi kalau tidak punya imam, maka itu awal dari penderitaan di akhirat.
Allah Ta'ala berfirman:
{يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا
(Ingatlah) suatu hari (Yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (QS. Al Isro : 71).
Sebenarnya pemimpin yang dimaksud dalam ayat ini adalah para rasul atau kitab mereka, bukan pemimpin-pemimpin kelompok, jamaah atau organisasi.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat di atas :
Allah Ta'ala menceritakan tentang hari kiamat, bahwa Dia menghisab setiap umat berikut dengan pemimpin mereka masing-masing. Ulama tafsir berbeda pandapat sehubungan dengan tafsir ayat ini. Mujahid dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah nabi mereka. Berdasarkan pengertian ini, berarti ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَاءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah kepuiusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya. (Yunus: 47) (Tafsir Ibnu Katsir).
Dan Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:
Ibnu Zaid mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab mereka yang diturunkan kepada nabi mereka yang mengandung hukum-hukum syariat, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid bahwa ia telah mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab-kitab mereka. (Tafsir Ibnu Katsir).
Dengan dalil-dalil hadits dan ayat diatas yang didokrinkan para pembesar mereka kepada jamaahnya, ini membuat semakin takutlah anggota jama’ah keluar dari jama’ahnya. Ancaman yang sangat mengerikan, sudah mati jahiliyah, ditambah lagi halal darahnya untuk ditumpahkan. Dan pada hari akhirat kebingungan karena tidak punya imam.
Para ulama ahlus sunnah tidak berpendapat demikian, karena hadits-hadits dan ayat di atas tidak untuk jama’ah-jama’ah yang ada pada saat ini, yang begitu banyak dan tidak terbilang. Mana mungkin hadits ini di terapkan untuk jamaah-jamaah yang ada, sedangkan ketika hadits-hadits ini disampaikan jamaah-jamaah pergerakan itu belum ada.
Pemahaman ulama ahlus sunnah yang selalu berdasarkan al qur-’an, as sunnah, dan pemahaman salaf, mereka memahami bahwa baiat hanya kepada penguasa muslim dan yang dimaksud keluar dari jama’ah yang dihukumi mati jahiliyah, adalah keluar dari jama’ah kaum muslimin. Semisal keluar dari jama’ah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan para khalifah sepeninggal Beliau dan penguasa-penguasa muslim lainnya.
Asy Syeikh Sholih bin Abdillah bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah ditanya:
س : البيعة لمن تكون ؟ وهل يجوز أن يبايع أكثر من واحد ؟
Untuk siapakah baiat? Bolehkah berbaiat kepada lebih dari seorang (pemimpin)?
ج : البيعة لا تكون إلا لولي أمر المسلمين، وهذه البيعات المتعددة مبتدعة، وهي من إفرازات الاختلاف، والواجب على المسلمين الذين هم في بلد واحد وفي مملكة واحدة أن تكون بيعتهم واحدة لإمام واحد، ولا يجوز المبايعات المتعددة، وإنما هذا من إفرازات تجوز المبايعات من اختلافات هذا العصر، ومن الجهل بالدين.
وقد نهى الرسول صلى الله عليه وسلم عن التفرق في البيعة وتعدد البيعة، وقال: ((من جاءكم وأمركم جميع على واحد منكم، يريد تفريق جماعتكم، فاضربوا عنقه))[1]، أو كما قال صلى الله عليه وسلم، وإذا وجد من ينازع ولي الأمر الطاعة، ويرد شق العصا وتفريق الجماعة، فقد أمر النبي صلى الله عليه وسلم ولي الأمر وأمر المسلمين معه بقتال هذا الباغي، قال تعالى: {وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَـأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّه} الحجرات: 9.
وقد قاتل أمير المؤمنين علي بن أبي طالب ومعه أكابر الصحابة، قاتلوا الخوارج البغاة حتى قضوا عليهم، وأخمدوا شوكتهم، وأراحوا المسلمين من شرهم، وهذه سنة الرسول صلى الله عليه وسلم؛ فإنه أمر بقتال البغاة وبقتال الخوارج الذين يريدون شق عصا الطاعة، وذلك من أجل الحفاظ على جماعة المسلمين وعلى كيان المسلمين من التفرق والاختلاف.
Beliau hafidzahullah menjawab:
Baiat itu tidak dilakukan, kecuali bagi pemerintah kaum muslimin.
Adapun baiat-baiat yang berbilang (terhadap kelompok-kelompok) adalah bid’ah (mengada-ada dalam urusan agama, dan tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu anhum), serta termasuk sebab yang memunculkan perselisihan.
Wajib atas kaum muslimin yang tinggal di satu negeri atau sebuah kerajaan untuk berbaiat kepada satu pemimpin (yaitu pemimpin negeri tersebut), tidak dibenarkan yang dibaiat itu lebih dari satu.
Pembaiatan kepada banyak pemimpin, termasuk sebab munculnya perselisihan di masa ini dan termasuk kebodohan terhadap agama.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melarang perpecahan dalam baiat dan berbilangnya baiat.
Beliau bersabda,
مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيْعٌ عَلَى وَاحِدٍ مِنْكُمْ، يُرِيْدُ تَفْرِيْقَ جَمَاعَتَكُمْ، فَاضْرِبُوْا عُنُقَهُ
“Siapa yang datang kepada kalian untuk memecah persatuan kalian, sedang kalian berada dalam satu kepemimpinan salah seorang dari kalian, maka penggallah lehernya.”(HR. Muslim).
Seperti yang disabdakan oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam:
Apabila ada orang yang mau merampas ketaatan terhadap pemerintah, merusak persatuan dan memecah belah pemerintahan, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada pemerintah dan kaum muslimin yang bersamanya untuk memerangi orang yang melampaui batas ini.
Allah Ta'ala berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَـأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّه
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (melampaui batas) terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah.” (QS. Al Hujarat : 9)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dan bersama beliau ada pembesar para sahabat, telah memerangi kaum Khawarij yang melampaui batas hingga berhasil menumpas mereka, menghancurkan kekuatan mereka dan mengamankan kaum muslimin dari kejelekan mereka.
Inilah sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beliau telah memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang melampaui batas (para pemberontak) dan memerangi Khawarij yang ingin melepaskan diri dari ketaatan terhadap pemerintah.
Ini semua dalam rangka menjaga pemerintahan kaum muslimin dan menjaga kaum muslimin dari perpecahan dan perselisihan.” Al-Muntaqo min Fatawa Fadhilah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, (no. 213).
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Pergerakan-pergerakan islam tumbuh subur di seluruh belahan dunia, termasuk di negeri kita ini. Masing-masing harokiyyun tersebut memiliki manhaj dan thariqah sendiri-sendiri. Memiliki imam pemimpin yang mereka hormati dan mereka taati. Mereka memiliki lafadz-lafadz baiat, ikrar atau sumpah setia untuk mengikat jamaahnya agar tidak mudah keluar. Mereka berlomba merekrut orang-orang awam dari kaum muslimin untuk mendokrin mereka agar bergabung dengan jamaahnya. Mereka tugaskan dan targetkan setiap anggota jamaah harus merekrut sekian jamaah baru.
Hal tersebut kadang menjadi keributan antar jamaah pergerakan, apalagi di tahun-tahun ajaran baru, mereka bersaing, berlomba-lomba dan bersiap-siap menyergap pelajar dan mahasiswa baru untuk menarik simpati mereka agar bergabung dengan pergerakannya.
Mereka mempunyai metodologi, silabus dan tahapan-tahapan dakwah bagaimana cara merekrut jamaah baru dengan pembinaan yang sudah mereka rancang dan targetkan dalam buku-buka panduan mereka, yang ujung-ujungnya sebagian jamaah pergerakan tersebut mengikat jamaah rekrutan baru itu dengan dalil-dalil baiat, agar jamaah yang baru bergabung tersebut tidak mudah terlepas dari jamaah.
Diantara dalil-dalil baiat yang digunakan oleh sebagian jamaah-jamaah pergerakan adalah sebagai berikut:
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً. ( رواه البخاري).
Barangsiapa memisahkan diri dari jamaah satu jengkal saja, lalu meninggal dunia, maka meninggalnya dalam keadaan jahiliyyah. (HR. Bukhori).
Dalam riwayat Imam Muslim, dalam shahih-nya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً (رواه مسلم).
Barangsiapa keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah, lalu meninggal dunia, maka meninggalnya dalam keadaan jahiliyyah. (HR. Muslim).
Kedua hadits tersebut dijadikan dalil oleh sebagian jama’ah pergerakan untuk mengikat jama’ahnya agar tidak keluar dari jama’ah. Dengan kedua hadits itu, digunakanlah untuk menakut-nakuti anggota jama’ah agar tidak memisahkan dari jama’ah. Mereka para tokoh jamaah tersebut akan berusaha keras menghalang-halangi jamaahnya keluar dari jamaah.
Maka terbelenggulah jama’ahnya dan susah melepaskan diri. Sehingga walaupun mereka tahu bahwa ada banyak kekeliruan dalam jama’ahnya dalam memahami ayat-ayat Allah Ta’ala dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam praktek ibadah dan amaliah lainnya, mereka berat hati untuk meninggalkan jama’ahnya.
Selain takut dengan ancaman hadits diatas, dan juga karena takut kalau dunianya hilang. Takut kalau mata pencahariannya sirna. Takut kalau fasilitas lainnya lenyap. Dan hal-hal lainnya, semisal keluarga besarnya ada di jama’ah tersebut, kadung sudah menjadi senior, tokoh di jamaah tersebut, sudah kadung tua, tidak enak, hutang budi dan lain sebagainya.
Ditambah lagi dengan ancaman pemboikotan, penganiayaan dan sampai tingkat pembunuhan. Karena wala dan bara’nya (kapan memberikan kasih-sayang dan kapan melakukan permusuhan) tergantung dia jama’ah atau bukan. Kalau dia jama’ahnya, maka sikap wala diterapkan, kalau bukan jama’ahnya sikap bara’ dijalankan. Cinta dan bencinya tergantung dia jama’ah atau bukan.
Mereka pun berdalih bahwa perbuatannya itu sesuai dalil yang berdasarkan hadits Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Masruq radhiyallahu ’anhu, dari Abdullah radhiyallahu’ anhu, dimana Nabi shallalla-hu ’alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ الْجَمَاعَةَ (رواه متفق عليه).
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku Rasulullah kecuali salah satu tiga sebab : Jiwa dengan jiwa (karena membunuh orang dibalas dengan dibunuh lagi), Orang yang pernah menikah berzina (dihukum rajam sampai mati), Orang murtad yang keluar dari jama’ah. (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalil lain yang didokrinkan para pemimpin mereka adalah surah Al Isra ayat 71, bahwa pada hari kemudian nanti umat manusia akan dikumpulkan dengan para imam mereka, jadi kalau tidak punya imam, maka itu awal dari penderitaan di akhirat.
Allah Ta'ala berfirman:
{يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا
(Ingatlah) suatu hari (Yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (QS. Al Isro : 71).
Sebenarnya pemimpin yang dimaksud dalam ayat ini adalah para rasul atau kitab mereka, bukan pemimpin-pemimpin kelompok, jamaah atau organisasi.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat di atas :
Allah Ta'ala menceritakan tentang hari kiamat, bahwa Dia menghisab setiap umat berikut dengan pemimpin mereka masing-masing. Ulama tafsir berbeda pandapat sehubungan dengan tafsir ayat ini. Mujahid dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah nabi mereka. Berdasarkan pengertian ini, berarti ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ فَإِذَا جَاءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ}
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah kepuiusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya. (Yunus: 47) (Tafsir Ibnu Katsir).
Dan Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:
Ibnu Zaid mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab mereka yang diturunkan kepada nabi mereka yang mengandung hukum-hukum syariat, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid bahwa ia telah mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab-kitab mereka. (Tafsir Ibnu Katsir).
Dengan dalil-dalil hadits dan ayat diatas yang didokrinkan para pembesar mereka kepada jamaahnya, ini membuat semakin takutlah anggota jama’ah keluar dari jama’ahnya. Ancaman yang sangat mengerikan, sudah mati jahiliyah, ditambah lagi halal darahnya untuk ditumpahkan. Dan pada hari akhirat kebingungan karena tidak punya imam.
Para ulama ahlus sunnah tidak berpendapat demikian, karena hadits-hadits dan ayat di atas tidak untuk jama’ah-jama’ah yang ada pada saat ini, yang begitu banyak dan tidak terbilang. Mana mungkin hadits ini di terapkan untuk jamaah-jamaah yang ada, sedangkan ketika hadits-hadits ini disampaikan jamaah-jamaah pergerakan itu belum ada.
Pemahaman ulama ahlus sunnah yang selalu berdasarkan al qur-’an, as sunnah, dan pemahaman salaf, mereka memahami bahwa baiat hanya kepada penguasa muslim dan yang dimaksud keluar dari jama’ah yang dihukumi mati jahiliyah, adalah keluar dari jama’ah kaum muslimin. Semisal keluar dari jama’ah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan para khalifah sepeninggal Beliau dan penguasa-penguasa muslim lainnya.
Asy Syeikh Sholih bin Abdillah bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah ditanya:
س : البيعة لمن تكون ؟ وهل يجوز أن يبايع أكثر من واحد ؟
Untuk siapakah baiat? Bolehkah berbaiat kepada lebih dari seorang (pemimpin)?
ج : البيعة لا تكون إلا لولي أمر المسلمين، وهذه البيعات المتعددة مبتدعة، وهي من إفرازات الاختلاف، والواجب على المسلمين الذين هم في بلد واحد وفي مملكة واحدة أن تكون بيعتهم واحدة لإمام واحد، ولا يجوز المبايعات المتعددة، وإنما هذا من إفرازات تجوز المبايعات من اختلافات هذا العصر، ومن الجهل بالدين.
وقد نهى الرسول صلى الله عليه وسلم عن التفرق في البيعة وتعدد البيعة، وقال: ((من جاءكم وأمركم جميع على واحد منكم، يريد تفريق جماعتكم، فاضربوا عنقه))[1]، أو كما قال صلى الله عليه وسلم، وإذا وجد من ينازع ولي الأمر الطاعة، ويرد شق العصا وتفريق الجماعة، فقد أمر النبي صلى الله عليه وسلم ولي الأمر وأمر المسلمين معه بقتال هذا الباغي، قال تعالى: {وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَـأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّه} الحجرات: 9.
وقد قاتل أمير المؤمنين علي بن أبي طالب ومعه أكابر الصحابة، قاتلوا الخوارج البغاة حتى قضوا عليهم، وأخمدوا شوكتهم، وأراحوا المسلمين من شرهم، وهذه سنة الرسول صلى الله عليه وسلم؛ فإنه أمر بقتال البغاة وبقتال الخوارج الذين يريدون شق عصا الطاعة، وذلك من أجل الحفاظ على جماعة المسلمين وعلى كيان المسلمين من التفرق والاختلاف.
Beliau hafidzahullah menjawab:
Baiat itu tidak dilakukan, kecuali bagi pemerintah kaum muslimin.
Adapun baiat-baiat yang berbilang (terhadap kelompok-kelompok) adalah bid’ah (mengada-ada dalam urusan agama, dan tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu anhum), serta termasuk sebab yang memunculkan perselisihan.
Wajib atas kaum muslimin yang tinggal di satu negeri atau sebuah kerajaan untuk berbaiat kepada satu pemimpin (yaitu pemimpin negeri tersebut), tidak dibenarkan yang dibaiat itu lebih dari satu.
Pembaiatan kepada banyak pemimpin, termasuk sebab munculnya perselisihan di masa ini dan termasuk kebodohan terhadap agama.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melarang perpecahan dalam baiat dan berbilangnya baiat.
Beliau bersabda,
مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيْعٌ عَلَى وَاحِدٍ مِنْكُمْ، يُرِيْدُ تَفْرِيْقَ جَمَاعَتَكُمْ، فَاضْرِبُوْا عُنُقَهُ
“Siapa yang datang kepada kalian untuk memecah persatuan kalian, sedang kalian berada dalam satu kepemimpinan salah seorang dari kalian, maka penggallah lehernya.”(HR. Muslim).
Seperti yang disabdakan oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam:
Apabila ada orang yang mau merampas ketaatan terhadap pemerintah, merusak persatuan dan memecah belah pemerintahan, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada pemerintah dan kaum muslimin yang bersamanya untuk memerangi orang yang melampaui batas ini.
Allah Ta'ala berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَـأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّه
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (melampaui batas) terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah.” (QS. Al Hujarat : 9)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dan bersama beliau ada pembesar para sahabat, telah memerangi kaum Khawarij yang melampaui batas hingga berhasil menumpas mereka, menghancurkan kekuatan mereka dan mengamankan kaum muslimin dari kejelekan mereka.
Inilah sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beliau telah memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang melampaui batas (para pemberontak) dan memerangi Khawarij yang ingin melepaskan diri dari ketaatan terhadap pemerintah.
Ini semua dalam rangka menjaga pemerintahan kaum muslimin dan menjaga kaum muslimin dari perpecahan dan perselisihan.” Al-Muntaqo min Fatawa Fadhilah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, (no. 213).
Komentar
Posting Komentar