Menjaharkan Bismillah
MENJAHARKAN BASMALAH KHILAFIYYAH, BERTOLERANSILAH
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Ketika masih di kampung, kehidupan beragama nyaris seragam, tidak ada banyak perbedaan. Diantaranya membaca BASMALAH (bismillahirrahman nirrahim), semua mushola dan masjid di kampung, membacanya dikeraskan ketika shalat magrib, insya, subuh, shalat jumat atau shalat tarawih. Sehingga ketika ada orang yang tidak membacanya, keraguan menghinggapi hati, sahkah shalat ini.
Ketika penulis pergi merantau menuntut ilmu, mulailah terbuka, ternyata yang tidak mengeraskan basmalah di shalat-shalat jahr, juga ada landasan dalilnya.
Tentang membaca basmalah di shalat-shalat jahr (magrib, insya, subuh dan lain sebagainya) para ulama berbeda pendapat. Sekurangnya ada tiga pendapat.
Pendapat yang pertama, basmalah (bismillahir rahma nirrahim) di baca nyaring (jahr). Pendapat yang kedua tidak membaca basmalah (bismillahir rahmanirrahim), sama sekali, langsung membaca hamdalah (alhamdulillahi rabbil ’alamin). Dan pendapat ketiga, basmalah (bismillahir rahma nirrahim) di baca pelan-pelan (sir).
Pertama, Pendapat yang menjahrkan basmalah berdasarkan dalil :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. (رواه البيهقي).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Dia berkata : “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka shalat dengan bismillahir rahmanir rahim.” (HR. Baihaqi).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . (رواه البيهقي).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Dia berkata : “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan (mengeraskan) bismillahir rahmanir rahim.” (HR. Baihaqi).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهُ صلى الله عليه وسلم: إِذَا قَرَأْتُمُ الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاقْرَءُوا (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِى وَ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) إِحْدَاهَا ». (رواه البيهقي. قال الشيخ الألباني : صحيح(.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila kalian membaca Alhamdulillah maka bacalah oleh kalian bismillahirrahmanirrahim, karena sesungguhnya dia adalah ummul (ibu) al Qur’an dan ummul kitab dan tujuh yang terulang-ulang dan bismillahir-rahmanirrahim salah satu darinya. (HR. Baihaqi. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).
Kedua, Pendapat yang langsung membaca hamdalah (alhamdulillahi rabbil ‘alamin) berdasarkan dalil:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ )بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ). (رواه مسلم).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, aku shalat bersama (dibelakang) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, aku tidak mendengar seorang pun diantara mereka membaca bismillahir-rahmanirrahim. (HR. Muslim).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّهُ حَدَّثَهُ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) لاَ يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِى أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلاَ فِى آخِرِهَا. (رواه مسلم).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa-sannya dia menceritakan, saya shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, maka mereka membuka dengan Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Mereka tidak menyebutkan Bismillahirrahma nirrahim di awal dan di akhir bacaan. (HR. Muslim).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلاَةَ بِ - {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}. (رواه البخاري).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa-sannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, radhiyallahu anhuma, mereka membuka shalat dengan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (HR. Bukhari).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ، قَالَ : وَكَانَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ ، وَعُمَرُ ، رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمَا ، لاَ يَجْهَرُونَ بِـ { بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } [الفاتحة]. (رواه أحمد و ابن حبان والبيهقي قال شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata, bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar radhiyallahu anhuma, mereka tidak menjaharkan (menyaringkan) Bismillahirrahmannirahim (Alfatihah). (HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Baihaqi. Berkata Syekh Syuaeb Al Arnuth: Isnad Shahih atas syarat Imam Muslim).
Dan masih banyak dalil-dalil yang lain yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman dan yang lainnya ketika mereka membaca alfatihah, tidak terdengar membaca Bismillahir-rahmanirrahim, tapi langsung membaca Alhamdulilllahirab-
bil ‘alamin.
Ada sebuah atsar yang mengatakan bahwa membaca basmalah (Bismillahir-rahmanirrahim) sebelum membaca al fatihah ketika shalat adalah perkara baru, ini pun menjadi pertimbangan penguat, ulama yang berpendapat untuk tidak membaca (menyaringkan) bacaan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim).
Dari Abdullah bin Mughafal radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bapak saya mendengar ketika saya shalat, saya membaca Bismillahirrahmanirrahim, lalu dia berkata kepada saya:
أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ إِيَّاكَ وَالْحَدَثَ. قَالَ وَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ أَبْغَضَ إِلَيْهِ الْحَدَثُ فِى الإِسْلاَمِ يَعْنِى مِنْهُ. قَالَ وَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَمَعَ أَبِى بَكْرٍ وَمَعَ عُمَرَ وَمَعَ عُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا فَلاَ تَقُلْهَا إِذَا أَنْتَ صَلَّيْتَ فَقُلِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ) (رواه الترمذي و ابن ماجة. قال الشيخ الألباني : صحيح).
Ya Anakku itu PERKARA BARU, berhati-hatilah dengan perkara baru. Dia berkata: Aku tidak melihat seorang pun dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia adalah sebagian dari PERKARA BARU DALAM AGAMA ISLAM. Dia berkata; Sunguh saya shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, saya tidak mendengar seorang pun dari mereka membacanya (membaca (bismillahirrahmanirrahim), maka janganlah kamu membacanya, apabila kamu shalat bacalah Alhamdulillahirobbil ‘alamin. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).
Ketiga, Pendapat yang membaca basmalah, tapi secara sir (pelan). Pendapat ini beragumen bahwa hadits-hadits yang menerangkan tentang tidak terdengarnya bacaan basmalah ketika membaca alfatihah bukan berarti tidak membaca, tapi dibaca dengan cara sir (pelan). Pendapat ini mengkompromikan antara pendapat yang pertama dan kedua.
Yang jelas dengan ketiga pendapat ini, tidak bisa kita menghakimi seseorang itu tidak sah shalatnya atau melakukan bid'ah, karena membaca basmalah, tidak membacanya, atau membacanya dengan sir (pelan-pelan). Masing-masing punya dalil, bahkan sejak dulu para imam mazhab berbeda pendapat dalam hal ini.
Jika ulama sama-sama memiliki dalil, kita pilih pendapat ulama yang dalilnya lebih kuat. Bila sama-sama kuat, kita pilih menurut hati kita, mana yang dianggap lebih mendekati kebenaran. Bila yang satu tidak punya dalil dari al Qur’an dan as Sunnah, dan yang satunya punya dalil yang kuat, ya kita ikuti ulama yang memiliki dalil.
Jadi dalam berislam, kita hanya mengikuti pendapat ulama yang berdalil, bukan mengikuti seseorang, walaupun orang mengatakan ulama, kalau tidak ada dalil atau hujjah, atau dalil dan hujjahnya tidak dengan pemahaman yang benar, maka wajib untuk kita tidak mengikutinya.
Kesimpulannya, pergilah menuntut ilmu atau pergilah merantau tinggalkan kampung untuk menuntut ilmu, maka akan terbuka wawasan dan bertambah pengetahuan, sehingga kita pun akan bisa menilai, mana amaliah ibadah yang diamalkan masyarakat di kampung kita yang sesuai dengan syariah dan mana yang tidak. Karena tidak semua salah dan tidak juga semua benar, yang menentukan benar dan tidaknya, apakah amaliah ibadah tersebut bersesuaian dengan dalil atau tidak.
Komentar
Posting Komentar