Materi Ramadhan 8
Materi Kedelapan
Qadha (Mengganti) Puasa Ramadhan.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
1. Hukum mengqadha puasa ramadhan.
Mengqadha hari-hari yang batal ketika puasa ramadhan adalah wajib setelah selesainya dari bulan itu.
Allah Ta’ala berfirman :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. (البقرة : 184).
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al Baqarah : 184).
2. Waktu qadha puasa ramadhan.
Tidak ada waktu tertentu bagi yang mengqadha puasa ramadhan, dengan dalil firman Allah Ta’ala :
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. (البقرة : 184).
Sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al Baqarah : 184).
Di dalam kitab “Ahkamul ‘Ibadah fit Tasyri’l Islamiy”, Syekh Fayaq Sulaiman Dalul mengatakan :
Maka tidak ada kewajiban atas orang yang batal puasa ramadhan untuk bersegera menyelesaikannya dalam satu waktu. Boleh baginya untuk mengakhirkan qadha sampai masuk waktu ramadhan lagi.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ : سَمِعْتُ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، تَقُولُ كَان يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلاَّ فِي شَعْبَانَ. (رواه متفق عليه).
Dari Abu Salamah, dia berkata, saya mendengar Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : Saya memiliki utang puasa ramadhan, lalu saya tidak bisa menggantinya kecuali sampai masuk bulan sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : إِنْ كَانَ لَيَكُونُ عَلَيَّ الصِّيَامُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَقْضِيهِ حَتَّى يَجِيءَ شَعْبَانُ. (رواه النسائي و ابن خزيمة. قال الشيخ الألباني : صحيح).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata : Saya memiliki utang puasa ramadhan, lalu saya menggantinya sampai datangnya bulan sya’ban. (HR. An Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).
Hadits di atas menunjukkan atas bolehnya mengakhir-kan qadha, akan tetapi bersegera mengqadha itu lebih utama, karena untuk segera membebaskan utang.
Adapun mengakhirkan qadha sampai lewat setelah ramadhan itu boleh jika ada uzdur, dengan kesepakatan para ahli fiqh dan tidak boleh bagi orang yang tidak ada udzur. Dan atasnya qadha dan fidyah.
Tidak disyariatkan mengqadha puasa ramadhan dengan berurutan (terus-menerus), boleh puasanya diselang-seling, hal ini berdasarkan jumhur ulama.
2. Orang yang mati yang masih punya utang puasa, maka keluarganyalah yang gantikan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ : مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ. (رواه متفق عليه).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiap yang mati dan atasnya ada utang puasa, maka keluarganyalah yang menggantikannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Insya Allah bersambung....ke materi kesembilan
Qadha (Mengganti) Puasa Ramadhan.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
1. Hukum mengqadha puasa ramadhan.
Mengqadha hari-hari yang batal ketika puasa ramadhan adalah wajib setelah selesainya dari bulan itu.
Allah Ta’ala berfirman :
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. (البقرة : 184).
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al Baqarah : 184).
2. Waktu qadha puasa ramadhan.
Tidak ada waktu tertentu bagi yang mengqadha puasa ramadhan, dengan dalil firman Allah Ta’ala :
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. (البقرة : 184).
Sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al Baqarah : 184).
Di dalam kitab “Ahkamul ‘Ibadah fit Tasyri’l Islamiy”, Syekh Fayaq Sulaiman Dalul mengatakan :
Maka tidak ada kewajiban atas orang yang batal puasa ramadhan untuk bersegera menyelesaikannya dalam satu waktu. Boleh baginya untuk mengakhirkan qadha sampai masuk waktu ramadhan lagi.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ : سَمِعْتُ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، تَقُولُ كَان يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلاَّ فِي شَعْبَانَ. (رواه متفق عليه).
Dari Abu Salamah, dia berkata, saya mendengar Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : Saya memiliki utang puasa ramadhan, lalu saya tidak bisa menggantinya kecuali sampai masuk bulan sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : إِنْ كَانَ لَيَكُونُ عَلَيَّ الصِّيَامُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَقْضِيهِ حَتَّى يَجِيءَ شَعْبَانُ. (رواه النسائي و ابن خزيمة. قال الشيخ الألباني : صحيح).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata : Saya memiliki utang puasa ramadhan, lalu saya menggantinya sampai datangnya bulan sya’ban. (HR. An Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).
Hadits di atas menunjukkan atas bolehnya mengakhir-kan qadha, akan tetapi bersegera mengqadha itu lebih utama, karena untuk segera membebaskan utang.
Adapun mengakhirkan qadha sampai lewat setelah ramadhan itu boleh jika ada uzdur, dengan kesepakatan para ahli fiqh dan tidak boleh bagi orang yang tidak ada udzur. Dan atasnya qadha dan fidyah.
Tidak disyariatkan mengqadha puasa ramadhan dengan berurutan (terus-menerus), boleh puasanya diselang-seling, hal ini berdasarkan jumhur ulama.
2. Orang yang mati yang masih punya utang puasa, maka keluarganyalah yang gantikan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ : مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ. (رواه متفق عليه).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiap yang mati dan atasnya ada utang puasa, maka keluarganyalah yang menggantikannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Insya Allah bersambung....ke materi kesembilan
Komentar
Posting Komentar