Jangan Sembarang Memberontak
JANGAN SEMBARANG MEMBERONTAK
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Pemberontakan terhadap pemimpin muslim haram hukumnya. Ini berdasarkan dalil dan pendapat para ulama salaf.
Pemberontakan diperbolehkan jika tampak kekufuran yang nyata dari seorang pemimpin, baik dengan mengingkari kewajiban shalat, berbuat syirik akbar dan bentuk-bentuk kekufuran lainnya, berdasarkan fatwa para ulama yang dipercaya keilmuan dan pemahamannya maka diperbolehkan untuk memberontak.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Sebaik-baik pemimpin-pemimpin kamu adalah dimana kamu mencintainya dan mereka mencintaimu. Kamu mendoakannya dan mereka pun mendoakanmu. Adapun sejelek-jelek pemimpin kamu adalah dimana kamu membencinya dan mereka pun membencimu, kamu melaknatnya dan mereka pun melaknatmu”. Dikatakan : Wahai Rasulullah, apakah kami tidak memeranginya saja dengan pedang ?” Beliau menjawab : “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat di tengah kalian. Apabila kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kamu benci, maka bencilah perbuatannya saja dan jangan melepaskan tangan dari ketaatan” (HR. Muslim dan Ahmad).
Berkata ‘Ubadah bin Ash-Shamit radliyallaahu ‘anhu :
دَعَانَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَبَايَعنَاه فَكَانَ فيمَا أَخَذَ عَلَينَا أَن بَايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله قال إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyeru kami, maka kami membaiat kepada beliau. Adapun bai’at kami terhadap beliau adalah untuk selalu mendengar dan taat dalam dalam keadaan senang dan benci; dalam keadaan kami sulit dan dalam keadaan mudah; ketika kesewenang-wenangan menimpa kami; dan juga agar kami tidak mencabut perkara (kekuasaan) dari ahlinya (yaitu penguasa). Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kecuali bila kalian melihat kekufuran yang nyata berdasarkan keterangan dari Allah” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda:
إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان
“(jangan memberontak), kecuali engkau melihat kekufuran yang nyata yang kalian bisa pertanggung-jawabkan kepada Allah buktinya” (HR. Al Bukhari).
Memberontak kepada pemerintah yang sudah tampak nyata kekufurannya bukan hanya modal semangat belaka, akan tetapi perhatikan kekuatan yang dimiliki, baik pasukan maupun persenjataan. Jika ini tidak ada, atau tidak memadai, maka bersabar dan menyusun kekuatan itu lebih baik, karena kalau tidak demikian, kerusakan yang terjadi akan lebih parah dan darah kaum muslimin akan lebih banyak tertumpah.
Dan jangan pula meminta pertolongan kepada orang-orang kafir untuk memerangi pemerintah yang dianggap sudah kafir, karena orang kafir memberikan bantuan tidaklah gratis dan kebencian dan permusuhan mereka terhadap islam sangatlah besar.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang kapan bolehnya memberontak, beliau rahimahullah menjawab :
إلا إذا رأى المسلمون كفراً بواحاً عندهم من الله فيه برهان فلا بأس أن يخرجوا على هذا السلطان لإزالته إذا كان عندهم قدرة , أما إذا لم يكن عندهم قدرة فلا يخرجوا . أو كان الخروج يسبب شراً أكثر : فليس لهم الخروج ؛ رعاية للمصالح العامة . والقاعدة الشرعية المجْمَع عليها أنه ( لا يجوز إزالة الشر بما هو أشر منه ) ؛ بل يجب درء الشر بما يزيله أو يخففه . أما درء الشر بشر أكثر فلا يجوز بإجماع المسلمين . فإذا كانت هذه الطائفة – التي تريد إزالة هذا السلطان الذي فعل كفراً بواحاً – عندها قدرة تزيله بها وتضع إماماً صالحاً طيباً من دون أن يترتب على هذا فساد كبير على المسلمين وشر أعظم من شر هذا السلطان : فلا بأس , أما إذا كان الخروج يترتب عليه فساد كبير واختلال الأمن وظلم الناس واغتيال من لا يستحقّ الاغتيال إلى غير هذا من الفساد العظيم فهذا لا يجوز » ( الفتاوى 8/203 ) .
“Kecuali, apabila melihat kekafiran yang nyata yang mereka memiliki keterangan dari Allah tentang kekafiran tersebut, kaum muslimin boleh memberontak terhadap penguasa tersebut untuk melengserkan (penguasa itu) apabila memiliki kemampuan. Apabila tidak memiliki kemampuan, mereka tidak boleh memberontak. Atau, kalau pemberontakan tersebut menimbulkan kejelekan yang lebih banyak, mereka tidak boleh memberontak. Hal ini untuk menjaga kemaslahatan umum dan kaidah syara’ yang telah disepakati yaitu “tidak diperbolehkan menghilangkan suatu kejelekan dengan (cara membuat) kejelekan yang lebih jelek daripada kejelekan sebelumnya”. Melainkan, (seseorang) diwajibkan untuk menolak kejelekan dengan (melakukan) sesuatu yang dapat menghilangkan atau meringankan kejelekan tersebut. Adapun menolak kejelekan dengan memunculkan kejelekan yang lebih banyak, hal tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan konsensus kaum muslimin.
Sehingga, apabila kelompok tersebut yang ingin melengserkan penguasa yang telah melakukan kekufuran yang nyata memiliki kemampuan untuk melengserkan dan menggantikan (penguasa itu) dengan penguasa yang shalih nan baik, tanpa menimbulkan kerusakan besar bagi kaum muslimin dan kejelekan yang lebih luas daripada kejelekan penguasa tersebut, hal tersebut tidak mengapa.
Akan tetapi, apabila pemberontakan tersebut menimbulkan kerusakan besar, menghilangkan keamanan, (kaum muslimin) menjadi terzalimi, dan dibunuhnya orang-orang yang tidak berhak untuk dibunuh, serta kerusakan-kerusakan besar yang lain, maka (pemberontakan) tidak diperbolehkan” (Fatawa Syaikh Ibnu Baaz 8/203).
Al-Imam al-Muhaddits Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah berkata :
” هذا ولا ننصح بالخروج على الحكام حتى ولو رأينا كفراً بواحاً ، بل لا يجوز الخروج إلا بشروط :
الأول : أن تكون قوة المسلمين مقاربة أو مكافئة لقوة العدو والكافر .
فإن قال قائل : فإن الله يقول : ” وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ ” .
ويقول : ” كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإذْنِ اللَّهِ ” .
وقوله تعالى : ” الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ ” ، فالجواب : أنه إذا وُجد مجاهدون عندهم من الإيمان والصدق والعزيمة ربع ما عند من أنزلت فيهم هذه الآيات فلا بأس بذلك .
الثاني : أن يكون عندهم استغناء ذاتي فلا يطلبون العون من أمريكا أو غيرها من الدول الكافرة أو العميلة للدول الكافرة ، وكذا لا يردون القضايا إلى مجلس الأمن ولا إلى الأمم المتحدة ؛ فإنه لا يرجى من الدول الكافرة أو العميلة للكافرة أن تنصر دين الإسلام : ” وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ” ، وعملهم في حماة وأفغانستان والصومال أكبر شاهد .
الثالث : أن يؤمن التلبيس على عوام المسلمين في القيام مع الحاكم الكافر فيرجع القتال بين المسلمين أنفسهم ، ويترتب على هذا أنه يجب توعية الشعوب قبل دعوتها إلى الجهاد كما فعل النبي – صلى الله عليه وعلى آله وسلم – فإنه لم يقم بالجهاد حتى أذن له ربه ؛ فقال تعالى : ” أذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ” .
ولا بد قبل الخروج إلى الجهاد وفي أثناء الجهاد أن يستفتى العلماء الأفاضل الراسخون في العلم .
راجع كتاب : ( صعقة الزلزال 2 / 286 ) .
“Kami tidak menasihatkan untuk memberontak kepada pemerintah, meskipun kita sudah melihat kekufuran yang nyata.
Bahkan pemberontakan tidak diperbolehkan kecuali dengan syarat:
1. Kekuatan kaum muslimin mendekati atau seimbang dengan kekuatan musuh dan orang-orang kafir.
Bila ada yang mengatakan,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” Atau dia mengatakan,
كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإذْنِ اللَّهِ “
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Maka jawabannya:
Bila memang ditemukan mujahid di antara mereka yang memiliki keimanan, kejujuran, dan tekad baja sejumlah seperempat saja dari jumlah orang-orang yang ayat-ayat tadi diturunkan kepada mereka, maka tidak mengapa berjihad.
2. Kaum muslimin tidak membutuhkan (bantuan pihak lain- kecukupan, mandiri) sehingga mereka tidak mencari bantuan dari Amerika ataupun negara kafir yang lain, atau mencari bantuan operasi militer dari negara kafir. Demikian pula mereka tidak mengajukan permasalahan mereka ke Dewan Keamanan dan tidak pula kepada PBB. Karena sejatinya negeri kafir atau operasi militer dari negara kafir tidak bisa diharapkan akan membantu agama Islam. Allah berfirman, “Yahudi dan Nashara tidak akan ridha kepadamu sampai kamu mengikuti agama mereka.”
Intervensi militer mereka di Hamah-Suriah, Afghanistan, dan Somalia menjadi saksi terbesar bagi hal ini.
3. Hendaknya tindakan pemberontakan terhadap pemerintah kafir tersebut tidak memunculkan kekaburan kepada orang-orang awam dari kalangan muslimin, sehingga (bila kesamaran ini terjadi) justru pemberontakan akan berbalik menjadi peperangan antar kaum muslimin sendiri. Konsekuensi dari hal ini adalah, wajib memperingatkan (membangkitkan dan menyampaikan ilmu kepada) rakyat sebelum menyeru mereka untuk berjihad, sebagaimana hal ini dulu dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam. Beliau tidak menegakkan jihad sampai diizinkan oleh Rabbnya. Allah ta’ala berfirman,
أذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka telah dizalimi. Sesungguhnya Allah Mahamampu menolong mereka.”
Dan merupakan suatu keharusan untuk meminta fatwa kepada para ulama besar yang mendalam ilmunya sebelum keluar berjihad dan di tengah-tengah proses jihad fi sabilillah. (Sha’iqatuz Zilzal 2/286)
Kesimpulannya, memberontak kepada pemerintah diperbolehkan dengan syarat :
1. Sudah tampak nyata kekufuran pemimpin berdasarkan fatwa ulama.
2. Memiliki kekuatan yang memadai, baik jumlah pasukan dan persenjataan tanpa meminta bantuan pihak asing atau negara-negara kafir.
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Pemberontakan terhadap pemimpin muslim haram hukumnya. Ini berdasarkan dalil dan pendapat para ulama salaf.
Pemberontakan diperbolehkan jika tampak kekufuran yang nyata dari seorang pemimpin, baik dengan mengingkari kewajiban shalat, berbuat syirik akbar dan bentuk-bentuk kekufuran lainnya, berdasarkan fatwa para ulama yang dipercaya keilmuan dan pemahamannya maka diperbolehkan untuk memberontak.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Sebaik-baik pemimpin-pemimpin kamu adalah dimana kamu mencintainya dan mereka mencintaimu. Kamu mendoakannya dan mereka pun mendoakanmu. Adapun sejelek-jelek pemimpin kamu adalah dimana kamu membencinya dan mereka pun membencimu, kamu melaknatnya dan mereka pun melaknatmu”. Dikatakan : Wahai Rasulullah, apakah kami tidak memeranginya saja dengan pedang ?” Beliau menjawab : “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat di tengah kalian. Apabila kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kamu benci, maka bencilah perbuatannya saja dan jangan melepaskan tangan dari ketaatan” (HR. Muslim dan Ahmad).
Berkata ‘Ubadah bin Ash-Shamit radliyallaahu ‘anhu :
دَعَانَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَبَايَعنَاه فَكَانَ فيمَا أَخَذَ عَلَينَا أَن بَايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله قال إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyeru kami, maka kami membaiat kepada beliau. Adapun bai’at kami terhadap beliau adalah untuk selalu mendengar dan taat dalam dalam keadaan senang dan benci; dalam keadaan kami sulit dan dalam keadaan mudah; ketika kesewenang-wenangan menimpa kami; dan juga agar kami tidak mencabut perkara (kekuasaan) dari ahlinya (yaitu penguasa). Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kecuali bila kalian melihat kekufuran yang nyata berdasarkan keterangan dari Allah” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda:
إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان
“(jangan memberontak), kecuali engkau melihat kekufuran yang nyata yang kalian bisa pertanggung-jawabkan kepada Allah buktinya” (HR. Al Bukhari).
Memberontak kepada pemerintah yang sudah tampak nyata kekufurannya bukan hanya modal semangat belaka, akan tetapi perhatikan kekuatan yang dimiliki, baik pasukan maupun persenjataan. Jika ini tidak ada, atau tidak memadai, maka bersabar dan menyusun kekuatan itu lebih baik, karena kalau tidak demikian, kerusakan yang terjadi akan lebih parah dan darah kaum muslimin akan lebih banyak tertumpah.
Dan jangan pula meminta pertolongan kepada orang-orang kafir untuk memerangi pemerintah yang dianggap sudah kafir, karena orang kafir memberikan bantuan tidaklah gratis dan kebencian dan permusuhan mereka terhadap islam sangatlah besar.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang kapan bolehnya memberontak, beliau rahimahullah menjawab :
إلا إذا رأى المسلمون كفراً بواحاً عندهم من الله فيه برهان فلا بأس أن يخرجوا على هذا السلطان لإزالته إذا كان عندهم قدرة , أما إذا لم يكن عندهم قدرة فلا يخرجوا . أو كان الخروج يسبب شراً أكثر : فليس لهم الخروج ؛ رعاية للمصالح العامة . والقاعدة الشرعية المجْمَع عليها أنه ( لا يجوز إزالة الشر بما هو أشر منه ) ؛ بل يجب درء الشر بما يزيله أو يخففه . أما درء الشر بشر أكثر فلا يجوز بإجماع المسلمين . فإذا كانت هذه الطائفة – التي تريد إزالة هذا السلطان الذي فعل كفراً بواحاً – عندها قدرة تزيله بها وتضع إماماً صالحاً طيباً من دون أن يترتب على هذا فساد كبير على المسلمين وشر أعظم من شر هذا السلطان : فلا بأس , أما إذا كان الخروج يترتب عليه فساد كبير واختلال الأمن وظلم الناس واغتيال من لا يستحقّ الاغتيال إلى غير هذا من الفساد العظيم فهذا لا يجوز » ( الفتاوى 8/203 ) .
“Kecuali, apabila melihat kekafiran yang nyata yang mereka memiliki keterangan dari Allah tentang kekafiran tersebut, kaum muslimin boleh memberontak terhadap penguasa tersebut untuk melengserkan (penguasa itu) apabila memiliki kemampuan. Apabila tidak memiliki kemampuan, mereka tidak boleh memberontak. Atau, kalau pemberontakan tersebut menimbulkan kejelekan yang lebih banyak, mereka tidak boleh memberontak. Hal ini untuk menjaga kemaslahatan umum dan kaidah syara’ yang telah disepakati yaitu “tidak diperbolehkan menghilangkan suatu kejelekan dengan (cara membuat) kejelekan yang lebih jelek daripada kejelekan sebelumnya”. Melainkan, (seseorang) diwajibkan untuk menolak kejelekan dengan (melakukan) sesuatu yang dapat menghilangkan atau meringankan kejelekan tersebut. Adapun menolak kejelekan dengan memunculkan kejelekan yang lebih banyak, hal tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan konsensus kaum muslimin.
Sehingga, apabila kelompok tersebut yang ingin melengserkan penguasa yang telah melakukan kekufuran yang nyata memiliki kemampuan untuk melengserkan dan menggantikan (penguasa itu) dengan penguasa yang shalih nan baik, tanpa menimbulkan kerusakan besar bagi kaum muslimin dan kejelekan yang lebih luas daripada kejelekan penguasa tersebut, hal tersebut tidak mengapa.
Akan tetapi, apabila pemberontakan tersebut menimbulkan kerusakan besar, menghilangkan keamanan, (kaum muslimin) menjadi terzalimi, dan dibunuhnya orang-orang yang tidak berhak untuk dibunuh, serta kerusakan-kerusakan besar yang lain, maka (pemberontakan) tidak diperbolehkan” (Fatawa Syaikh Ibnu Baaz 8/203).
Al-Imam al-Muhaddits Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah berkata :
” هذا ولا ننصح بالخروج على الحكام حتى ولو رأينا كفراً بواحاً ، بل لا يجوز الخروج إلا بشروط :
الأول : أن تكون قوة المسلمين مقاربة أو مكافئة لقوة العدو والكافر .
فإن قال قائل : فإن الله يقول : ” وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ ” .
ويقول : ” كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإذْنِ اللَّهِ ” .
وقوله تعالى : ” الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ ” ، فالجواب : أنه إذا وُجد مجاهدون عندهم من الإيمان والصدق والعزيمة ربع ما عند من أنزلت فيهم هذه الآيات فلا بأس بذلك .
الثاني : أن يكون عندهم استغناء ذاتي فلا يطلبون العون من أمريكا أو غيرها من الدول الكافرة أو العميلة للدول الكافرة ، وكذا لا يردون القضايا إلى مجلس الأمن ولا إلى الأمم المتحدة ؛ فإنه لا يرجى من الدول الكافرة أو العميلة للكافرة أن تنصر دين الإسلام : ” وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ” ، وعملهم في حماة وأفغانستان والصومال أكبر شاهد .
الثالث : أن يؤمن التلبيس على عوام المسلمين في القيام مع الحاكم الكافر فيرجع القتال بين المسلمين أنفسهم ، ويترتب على هذا أنه يجب توعية الشعوب قبل دعوتها إلى الجهاد كما فعل النبي – صلى الله عليه وعلى آله وسلم – فإنه لم يقم بالجهاد حتى أذن له ربه ؛ فقال تعالى : ” أذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ” .
ولا بد قبل الخروج إلى الجهاد وفي أثناء الجهاد أن يستفتى العلماء الأفاضل الراسخون في العلم .
راجع كتاب : ( صعقة الزلزال 2 / 286 ) .
“Kami tidak menasihatkan untuk memberontak kepada pemerintah, meskipun kita sudah melihat kekufuran yang nyata.
Bahkan pemberontakan tidak diperbolehkan kecuali dengan syarat:
1. Kekuatan kaum muslimin mendekati atau seimbang dengan kekuatan musuh dan orang-orang kafir.
Bila ada yang mengatakan,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” Atau dia mengatakan,
كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإذْنِ اللَّهِ “
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Maka jawabannya:
Bila memang ditemukan mujahid di antara mereka yang memiliki keimanan, kejujuran, dan tekad baja sejumlah seperempat saja dari jumlah orang-orang yang ayat-ayat tadi diturunkan kepada mereka, maka tidak mengapa berjihad.
2. Kaum muslimin tidak membutuhkan (bantuan pihak lain- kecukupan, mandiri) sehingga mereka tidak mencari bantuan dari Amerika ataupun negara kafir yang lain, atau mencari bantuan operasi militer dari negara kafir. Demikian pula mereka tidak mengajukan permasalahan mereka ke Dewan Keamanan dan tidak pula kepada PBB. Karena sejatinya negeri kafir atau operasi militer dari negara kafir tidak bisa diharapkan akan membantu agama Islam. Allah berfirman, “Yahudi dan Nashara tidak akan ridha kepadamu sampai kamu mengikuti agama mereka.”
Intervensi militer mereka di Hamah-Suriah, Afghanistan, dan Somalia menjadi saksi terbesar bagi hal ini.
3. Hendaknya tindakan pemberontakan terhadap pemerintah kafir tersebut tidak memunculkan kekaburan kepada orang-orang awam dari kalangan muslimin, sehingga (bila kesamaran ini terjadi) justru pemberontakan akan berbalik menjadi peperangan antar kaum muslimin sendiri. Konsekuensi dari hal ini adalah, wajib memperingatkan (membangkitkan dan menyampaikan ilmu kepada) rakyat sebelum menyeru mereka untuk berjihad, sebagaimana hal ini dulu dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam. Beliau tidak menegakkan jihad sampai diizinkan oleh Rabbnya. Allah ta’ala berfirman,
أذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka telah dizalimi. Sesungguhnya Allah Mahamampu menolong mereka.”
Dan merupakan suatu keharusan untuk meminta fatwa kepada para ulama besar yang mendalam ilmunya sebelum keluar berjihad dan di tengah-tengah proses jihad fi sabilillah. (Sha’iqatuz Zilzal 2/286)
Kesimpulannya, memberontak kepada pemerintah diperbolehkan dengan syarat :
1. Sudah tampak nyata kekufuran pemimpin berdasarkan fatwa ulama.
2. Memiliki kekuatan yang memadai, baik jumlah pasukan dan persenjataan tanpa meminta bantuan pihak asing atau negara-negara kafir.
Komentar
Posting Komentar