Materi Qurban 7
MATERI QURBAN 7
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Permasalahan Sekitar Qurban
Pertama, Penyembelihnya Tidak Shalat.
Ada disebagian tempat, tukang jagalnya (tukan potong hewan qurban) tidak shalat, maka tidak sah qurbannya, karena orang yang meninggalkan shalat menurut salah satu pendapat adalah kafir dan penyembelihan orang kafir tidak halal.
Syeikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah pernah dianya:
هل يجوز الأكل من ذبائح تارك الصلاة عمداً - علما أنه إذا أخبر بذلك احتج بأنه كان ينطق بالشهادة ، كيف العمل إذا لم يوجد أي جزار يصلي ؟
Apakah boleh makan sembelihan orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, dan kalau diberitahu ia beralasan bahwa dirinya masih bersyahadat, bagaimana seharusnya kalau tidak ada jagal yang mendirikan shalat ?
Beliau menjawab:
الذي لا يصلي لا تؤكل ذبيحته ، هذا هو الصواب ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم : ( بين الرجل والشرك والكفر ترك الصلاة ) أخرجه مسلم في صحيحه عن جابر بن عبد الله الأنصاري رضي الله عنهما
، وقول الرسول عليه الصلاة والسلام : ( العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر ) أخرجه الإمام أحمد وأهل السنن الأربع بإسناد صحيح من حديث بريدة بن الحصيب الأسلمي رضي الله عنه
وقوله صلى الله عليه وسلم : ( رأس الأمر الإسلام وعموده الصلاة ) أخرجه الإمام أحمد والترمذي بإسناد صحيح عن معاذ بن جبل رضي الله عنه
فكل شيء سقط عموده لا يستقيم ولا يبقى ، ومتى سقط العمود سقط ما عليه .
وبذلك يعلم أن الذي لا يصلي لا دين له ، ولا تؤكل ذبيحته ، وإذا كنت في بلد ليس فيها جزار مسلم فاذبح لنفسك ، واستعمل يدك فيما ينفعك ، أو التمس جزارا مسلما ولو في بيته حتى يذبح لك ، وهذا بحمد الله ميسر فليس لك أن تتساهل في الأمر
Orang yang tidak shalat, maka sembelihannya tidak boleh dimakan, inilah yang benar. Hal ini didasarkan pada sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
(Perbedaan) antara seseorang dan Kesyirikan dan Kekufuran meninggalkan shalat. (HR. Muslim dalam shahihnya, dari Jabir bin Abdullah al Anshari radhiyallahu ‘anhuma).
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain:
Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir. (HR. Ahmad, dan ahlus sunan yang empat, dengan sanad yang benar dari hadits Buraidah bin al Hushaib al Aslami radhiyallahu ‘anhu)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Pangkal segala sesuatu adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat. (HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
Segala sesuatu yang roboh tiangnya, maka akan roboh pula bangunannya.
Oleh karenanya, dapat diketahui bahwa seseorang yang tidak shalat, tidak dianggap beragama, dan tidak boleh dimakan sembelihannya. Dan jika anda berada pada negara yang tidak ada jagal yang muslim, maka sembelihlah sendiri untuk diri anda, gunakan tangan anda untuk hal yang bermanfaat, atau carilah dulu jagal yang muslim meskipun di rumahnya, hingga ia menyembelih untuk anda, hal ini sebenarnya –alhamdulillah- mudah dilaksanakan, maka jangan sekali-kali anda meremehkannya.
Kedua, Penyembelihnya Ahli Kitab (Yahudi Dan Nasrani).
Sembelihan ahli kitab memang halal di makan, selama memenuhi syarat-syaratnya. Namun jika untuk ibadah qurban, maka tidak sah penyembelihannya, karena qurban merupakan ibadah untuk pendekatan diri kepada Allah Ta'ala.
Berkata Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :
لا يصح أن يوكل في ذبح الأضحية كتابياً ، مع أن ذبح الكتابي حلال ، لكن لما كان ذبح الأضحية عبادة لم يصح أن يوكل فيه كتابياً ، وذلك لأن الكتابي ليس من أهل العبادة والقربة ، لأنه كافر لا تقبل عبادته ، فإذا كان لا يصح ذلك منه لنفسه فلا يصح منه لغيره ، أما لو وكل كتابيا ليذبح له ذبيحة للأكل فلا بأس به
Tidak sah jika menyembelih kurban diwakilkan kepada ahli kitab, meskipun sembelihan ahli kitab hukumnya halal. Namun karena menyembelih hewan kurban adalah ibadah maka tidak boleh diwakilkan kepada ahli kitab; karena ahlu kitab bukan termasuk ahli ibadah dan ahli bertaqarub kepada Allah; karena ia kafir dan tidak diterima ibadahnya. ketika sembelihan kurban itu tidak sah untuk dirinya, maka tidak sah juga ketika ia menyembelihkan orang lain. Sedangkan mewakilkan kepada ahlu kitab untuk menyembelih ternak guna dikonsumsi maka tidak apa-apa. (asy Syarhul Mumti’ : 7/494).
Ketiga, Menyembelih Qurban Lewat Waktunya.
Menyembelih qurban waktunya mulai setelah shalat id sampai matahari tenggelam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Tidak sah qurban, jika sebelum id dan setelah matahari tenggelam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Namun jika ada udzur, misalkan hewan qurbannya lari dan diketemukan sudah lewat waktunya, atau yang diamanahi lupa, maka ini boleh dan sah qurbannya.
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
لكن لو حصل له عذر بالتأخير عن أيام التشريق مثل أن تهرب الأضحية بغير تفريط منه فلم يجدها إلا بعد فوات الوقت ، أو يوكل من يذبحها فينسى الوكيل حتى يخرج الوقت فلا بأس أن تذبح بعد خروج الوقت للعذر ، وقياساً على من نام عن صلاة أو نسيها فإنه يصليها إذا استيقظ أو ذكرها .
Namun jika terjadi udzur sampai terlambat untuk menyembelihnya, seperti: hewan kurbannya lepas kendali tanpa disengaja dan tidak ditemukan kecuali setelah berlalunya hari-hari tasyriq, atau seseorang mewakilkan kepada orang lain, dan wakil tersebut lupa sampai di luar hari tasyriq, maka yang demikian tidak apa-apa disembelih di luar hari tasyriq, di qiyaskan kepada yang tertidur dari ibadah shalat, atau lupa belum shalat, maka ia mendirikannya setelah ia bangun atau setelah ia ingat kembali. (Risalah Ahkam Udhhiyah wa Dzakah).
Keempat, Berqurban Untuk Mayit
Berqurban khusus untuk orang mati tidak dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Tidak ada riwayat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berqurban untuk Khadijah dan untuk putra-putri beliau yang meninggal terlebih dahulu.
Kalau mau, berniat untuk dirinya dan keluarganya, ini mencakup semua keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
ولو علموا أن الرجل إذا ضحى من ماله عن نفسه وأهله شمل أهله الأحياء والأموات لما عدلوا عنه إلى عملهم ذلك ."
Dan jika seandainya mereka mengetahui bahwa ketika seseorang berkurban dengan hartanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya, sebenarnya sudah mencakup semua keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maka mereka tidak akan melakukan kurban secara khusus hanya untuk ahli kubur. (Risalah Ahkam Udhhiyah wadz Dzakah).
Diselesaikan di Bone, 19 Agustus 2018 / 8 Dzulhijjah 1439 - Jam 21.30
Oleh : Abu Fadhel Majalengka
Permasalahan Sekitar Qurban
Pertama, Penyembelihnya Tidak Shalat.
Ada disebagian tempat, tukang jagalnya (tukan potong hewan qurban) tidak shalat, maka tidak sah qurbannya, karena orang yang meninggalkan shalat menurut salah satu pendapat adalah kafir dan penyembelihan orang kafir tidak halal.
Syeikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah pernah dianya:
هل يجوز الأكل من ذبائح تارك الصلاة عمداً - علما أنه إذا أخبر بذلك احتج بأنه كان ينطق بالشهادة ، كيف العمل إذا لم يوجد أي جزار يصلي ؟
Apakah boleh makan sembelihan orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, dan kalau diberitahu ia beralasan bahwa dirinya masih bersyahadat, bagaimana seharusnya kalau tidak ada jagal yang mendirikan shalat ?
Beliau menjawab:
الذي لا يصلي لا تؤكل ذبيحته ، هذا هو الصواب ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم : ( بين الرجل والشرك والكفر ترك الصلاة ) أخرجه مسلم في صحيحه عن جابر بن عبد الله الأنصاري رضي الله عنهما
، وقول الرسول عليه الصلاة والسلام : ( العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر ) أخرجه الإمام أحمد وأهل السنن الأربع بإسناد صحيح من حديث بريدة بن الحصيب الأسلمي رضي الله عنه
وقوله صلى الله عليه وسلم : ( رأس الأمر الإسلام وعموده الصلاة ) أخرجه الإمام أحمد والترمذي بإسناد صحيح عن معاذ بن جبل رضي الله عنه
فكل شيء سقط عموده لا يستقيم ولا يبقى ، ومتى سقط العمود سقط ما عليه .
وبذلك يعلم أن الذي لا يصلي لا دين له ، ولا تؤكل ذبيحته ، وإذا كنت في بلد ليس فيها جزار مسلم فاذبح لنفسك ، واستعمل يدك فيما ينفعك ، أو التمس جزارا مسلما ولو في بيته حتى يذبح لك ، وهذا بحمد الله ميسر فليس لك أن تتساهل في الأمر
Orang yang tidak shalat, maka sembelihannya tidak boleh dimakan, inilah yang benar. Hal ini didasarkan pada sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
(Perbedaan) antara seseorang dan Kesyirikan dan Kekufuran meninggalkan shalat. (HR. Muslim dalam shahihnya, dari Jabir bin Abdullah al Anshari radhiyallahu ‘anhuma).
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain:
Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir. (HR. Ahmad, dan ahlus sunan yang empat, dengan sanad yang benar dari hadits Buraidah bin al Hushaib al Aslami radhiyallahu ‘anhu)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Pangkal segala sesuatu adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat. (HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
Segala sesuatu yang roboh tiangnya, maka akan roboh pula bangunannya.
Oleh karenanya, dapat diketahui bahwa seseorang yang tidak shalat, tidak dianggap beragama, dan tidak boleh dimakan sembelihannya. Dan jika anda berada pada negara yang tidak ada jagal yang muslim, maka sembelihlah sendiri untuk diri anda, gunakan tangan anda untuk hal yang bermanfaat, atau carilah dulu jagal yang muslim meskipun di rumahnya, hingga ia menyembelih untuk anda, hal ini sebenarnya –alhamdulillah- mudah dilaksanakan, maka jangan sekali-kali anda meremehkannya.
Kedua, Penyembelihnya Ahli Kitab (Yahudi Dan Nasrani).
Sembelihan ahli kitab memang halal di makan, selama memenuhi syarat-syaratnya. Namun jika untuk ibadah qurban, maka tidak sah penyembelihannya, karena qurban merupakan ibadah untuk pendekatan diri kepada Allah Ta'ala.
Berkata Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :
لا يصح أن يوكل في ذبح الأضحية كتابياً ، مع أن ذبح الكتابي حلال ، لكن لما كان ذبح الأضحية عبادة لم يصح أن يوكل فيه كتابياً ، وذلك لأن الكتابي ليس من أهل العبادة والقربة ، لأنه كافر لا تقبل عبادته ، فإذا كان لا يصح ذلك منه لنفسه فلا يصح منه لغيره ، أما لو وكل كتابيا ليذبح له ذبيحة للأكل فلا بأس به
Tidak sah jika menyembelih kurban diwakilkan kepada ahli kitab, meskipun sembelihan ahli kitab hukumnya halal. Namun karena menyembelih hewan kurban adalah ibadah maka tidak boleh diwakilkan kepada ahli kitab; karena ahlu kitab bukan termasuk ahli ibadah dan ahli bertaqarub kepada Allah; karena ia kafir dan tidak diterima ibadahnya. ketika sembelihan kurban itu tidak sah untuk dirinya, maka tidak sah juga ketika ia menyembelihkan orang lain. Sedangkan mewakilkan kepada ahlu kitab untuk menyembelih ternak guna dikonsumsi maka tidak apa-apa. (asy Syarhul Mumti’ : 7/494).
Ketiga, Menyembelih Qurban Lewat Waktunya.
Menyembelih qurban waktunya mulai setelah shalat id sampai matahari tenggelam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Tidak sah qurban, jika sebelum id dan setelah matahari tenggelam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Namun jika ada udzur, misalkan hewan qurbannya lari dan diketemukan sudah lewat waktunya, atau yang diamanahi lupa, maka ini boleh dan sah qurbannya.
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
لكن لو حصل له عذر بالتأخير عن أيام التشريق مثل أن تهرب الأضحية بغير تفريط منه فلم يجدها إلا بعد فوات الوقت ، أو يوكل من يذبحها فينسى الوكيل حتى يخرج الوقت فلا بأس أن تذبح بعد خروج الوقت للعذر ، وقياساً على من نام عن صلاة أو نسيها فإنه يصليها إذا استيقظ أو ذكرها .
Namun jika terjadi udzur sampai terlambat untuk menyembelihnya, seperti: hewan kurbannya lepas kendali tanpa disengaja dan tidak ditemukan kecuali setelah berlalunya hari-hari tasyriq, atau seseorang mewakilkan kepada orang lain, dan wakil tersebut lupa sampai di luar hari tasyriq, maka yang demikian tidak apa-apa disembelih di luar hari tasyriq, di qiyaskan kepada yang tertidur dari ibadah shalat, atau lupa belum shalat, maka ia mendirikannya setelah ia bangun atau setelah ia ingat kembali. (Risalah Ahkam Udhhiyah wa Dzakah).
Keempat, Berqurban Untuk Mayit
Berqurban khusus untuk orang mati tidak dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Tidak ada riwayat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berqurban untuk Khadijah dan untuk putra-putri beliau yang meninggal terlebih dahulu.
Kalau mau, berniat untuk dirinya dan keluarganya, ini mencakup semua keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
ولو علموا أن الرجل إذا ضحى من ماله عن نفسه وأهله شمل أهله الأحياء والأموات لما عدلوا عنه إلى عملهم ذلك ."
Dan jika seandainya mereka mengetahui bahwa ketika seseorang berkurban dengan hartanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya, sebenarnya sudah mencakup semua keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maka mereka tidak akan melakukan kurban secara khusus hanya untuk ahli kubur. (Risalah Ahkam Udhhiyah wadz Dzakah).
Diselesaikan di Bone, 19 Agustus 2018 / 8 Dzulhijjah 1439 - Jam 21.30
Komentar
Posting Komentar